Pemimpin TNI (Purn) Himawan Soetanto

by -1155 Views
Pemimpin TNI (Purn) Himawan Soetanto

Ditulis ulang oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Pertama kali saya bertemu dengan Pak Himawan Soetanto saat saya masuk AKABRI pada tahun 1970. Saat itu, beliau menjabat sebagai Wakil Gubernur AKABRI bidang operasi pendidikan.

Beliau sangat terpelajar. Kemampuan Bahasa Inggris dan Bahasa Belandanya sangat baik. Bahkan, beliau juga sedikit menguasai bahasa Jepang karena pernah mengalami masa penjajahan Jepang.

Pak Himawan Soetanto juga gemar membaca buku-buku sejarah. Seperti yang dikatakan, “Leader is a Reader.” Beliau selalu mendorong para pemimpin untuk rajin membaca. Di rumahnya, banyak terdapat buku. Ketika bertemu, beliau selalu mendiskusikan buku-buku dengan saya, bahkan kadang menanyakan apakah saya sudah membaca karya-karya B.H. Liddell Hart, sejarawan strategi militer asal Inggris, Sun Tzu, ahli strategi militer Tiongkok, dan buku-buku lainnya.

Yang membuat saya terkesan dengan beliau adalah penampilannya yang selalu rapi, senyumnya yang manis, humor, ketenangan, percaya diri, dan kedekatannya dengan anak buah. Terlihat jelas bahwa beliau memiliki pengalaman tempur yang luas.

Ini merupakan hal yang berbeda dengan atasan lain yang tidak memiliki banyak pengalaman tempur. Mereka seringkali dingin, menjaga jarak, dan cenderung kaku. Mereka lebih memperhatikan aturan. Di TNI, kita menyebut mereka sebagai perwira PUD atau Peraturan Urusan Dalam.

Saat atasan sering bersama pasukan di lapangan, mereka lebih santai dan tidak kaku. PUD mereka disesuaikan dengan kondisi lapangan. Apalagi, ingatlah bahwa ada pasal terakhir dalam PUD yang menjelaskan bahwa komandan kesatriaan dapat menyesuaikan PUD ini dengan kondisi kesatriaan masing-masing. Ini berarti komandan kesatriaan memiliki wewenang besar untuk menyesuaikan.

Salah satu nilai yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto adalah bahwa seorang komandan harus dekat dengan anak buah. Komandan harus bersama mereka dari bangun pagi sampai tidur. Komandan harus memeriksa kondisi anak buah, termasuk dapur, kamar mandi, dan perlengkapan pribadi mereka.

Karena belajar dari Pak Himawan Soetanto, saya memiliki kebiasaan untuk memeriksa detail dapur dan perlengkapan anak buah. Pada suatu waktu, saya menemukan bahwa pakaian dalam prajurit sudah tidak putih lagi, melainkan coklat. Saya juga pernah menemukan kasus korupsi yang paling banyak terjadi selalu berasal dari dapur, di mana satu kilogram daging untuk 16 orang. Akhirnya, di TNI, daging tersebut disebut sebagai “daging silet” karena setipis silet. Sungguh tragis.

Ini adalah hal-hal praktis kepemimpinan yang saya teladani dari Pak Himawan Soetanto.

Karier Letnan Jenderal Himawan Soetanto sangat terkenal. Beliau menjadi inspirasi bagi banyak tentara. Saya sangat dekat dengannya, bahkan setelah beliau pensiun. Beliau adalah salah satu mentor saya. Sebelum beliau meninggal, saya sempat mengunjunginya di rumah sakit.

Saya mendengar dari putranya bahwa selain keluarga, saya adalah orang yang dicari oleh beliau. “Dimana panglima perang itu?” Anak-anaknya bingung, namun ada yang bertanya apakah yang dimaksud adalah Prabowo, dan beliau mengangguk.

Saya sangat terharu mendengar cerita tersebut. Oleh karena itu, saat saya menjenguknya, saya memberikan penghormatan penuh kepada beliau. Saat itu, saya sudah pensiun dan menggunakan pakaian sipil.

Saat itu, saya mengucapkan, “You are the real general, Sir!” Saya mengucapkan kalimat tersebut karena kami sering berbicara menggunakan Bahasa Inggris. Beliau meneteskan air mata, meskipun saat itu beliau sudah tidak bisa berbicara.

Itu adalah kenangan saya terhadap Pak Himawan Soetanto. Merupakan kehormatan besar bagi saya bahwa jenderal yang saya kagumi masih mencari saya pada saat-saat sebelum beliau meninggal dunia.