Kepemimpinan dari Letnan Jenderal TNI (Purn) Soegito

by -96 Views
Kepemimpinan dari Letnan Jenderal TNI (Purn) Soegito

Oleh: Prabowo Subianto, diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto

Saat saya lulus Sekolah Komando, saya ditempatkan pertama kali di Korps Baret Merah, yaitu di Grup 1 Para Komando. Pada waktu itu, Korps Baret Merah dikenal sebagai Kopassandha, yaitu Komando Pasukan Sandi Yudha. Danjennya pada saat itu adalah Brigadir Jenderal TNI Yogie S. Memet, yang kemudian menjadi Letnan Jenderal TNI.

Komandan grup saya, Grup 1 Para Komando, pada waktu itu adalah Letnan Kolonel Soegito, yang kemudian naik pangkat menjadi Kolonel. Sosoknya tinggi, kekar, dan besar. Meskipun saya masih Letnan Dua dan tidak terlalu dekat dengannya, ada hal yang menarik dari kepemimpinan Pak Soegito yang bisa saya tarik.

Saat saya bergabung, Pak Soegito masih berada di Timor Timur. Ia memimpin penerjunan di Kota Dili di Timor Timur pada tanggal 7 Desember 1975. Setelah kembali dari Timor Timur, sekitar Januari atau Februari 1976, beliau menceritakan kisah-kisah operasi penerjunan di sana.

Pak Soegito selalu menekankan bahwa tentara harus siap mati dan siap perang. Tidak ada perbedaan di antara prajurit Tamtama yang pangkatnya paling rendah dengan komandan yang pangkatnya paling tinggi. Semua di kesatuan menghadapi risiko yang sama.

Beliau juga menekankan bahwa seorang pemimpin harus berada di tengah-tengah anak buah. Pak Soegito melakukan hal tersebut dengan terjun dalam sebuah serbuan bersama pasukannya dan terlibat dalam pertempuran di Dili sampai kota tersebut dapat dikuasai penuh.

Pak Soegito menceritakan bahwa di Timor Timur, ada perwira yang gugur dan luka-luka. Dari cerita beliau, kami semakin menyadari bahayanya operasi tempur, namun sebagai prajurit muda, kami ingin segera ikut terjun dalam operasi tempur untuk membuktikan kesetiaan dan patriotisme kami.

Setelah kembali dari operasi, saya melihat kepemimpinan Pak Soegito sendiri. Ia selalu terlibat dalam kegiatan dengan anak buahnya. Jika ada olahraga basket sore hari, beliau turut bermain dengan kami para perwira. Malam hari, beliau sering mengundang kami untuk bermain gaplek dan domino di rumahnya. Suasana di TNI pada saat itu penuh keakraban, dan pimpinan selalu bersama anak buah. Beliau juga humoris dan sering bercanda.

Saya juga melihat bahwa karier beliau selalu di pasukan. Saat beliau pensiun, beliau tetap hidup sederhana tanpa kemewahan. Hidupnya benar-benar merupakan kehidupan seorang prajurit sejati. Saya bersyukur beliau pensiun sebagai Letnan Jenderal TNI.