Wanita Ini Memperoleh 500 Gram Emas Secara Gratis dari Soekarno, Simak Ceritanya

by -201 Views
Wanita Ini Memperoleh 500 Gram Emas Secara Gratis dari Soekarno, Simak Ceritanya

Jakarta, CNBC Indonesia – Kehadiran emas Soekarno selalu menjadi topik pembicaraan publik. Banyak orang berusaha mencarinya, meskipun akhirnya tidak berhasil. Namun, ada satu wanita yang cukup beruntung, yaitu Siti Herlina Kasim.

Saat orang lain kesulitan mencari, Herlina justru mendapatkan emas Soekarno langsung dari tangan proklamator secara gratis. Bahkan, pemberian emas tersebut diatur khusus oleh negara melalui Keputusan Presiden No.10/PLM, BS Tahun 1963.

Soekarno memberikannya emas seberat 500 gram dalam bentuk kalung. Jika dihitung dengan nilai saat ini (1 gr: Rp1,4 juta), maka 500 gram emas setara dengan Rp700 juta. Sejumlah besar uang pada tahun 1960-an dan sekarang.

Lalu, mengapa Soekarno bersedia membagikan emas kepada Herlina?

### Pejuang Wanita Pemberani

Pemberian emas dari Soekarno tidak terlepas dari keberanian Herlina dalam ikut serta dalam Operasi Trikora.

Operasi ini berlangsung dari 1961 hingga 1962 sebagai kampanye militer Indonesia untuk membebaskan wilayah Irian Barat (sekarang Papua) yang masih dikuasai oleh Belanda. Pemerintah membuka kesempatan bagi warga sipil untuk menjadi relawan perang melawan Belanda di Papua.

Herlina merasa tergerak hati untuk menjadi relawan. Pada usia 20 tahun, amarahnya terhadap Belanda membara. Dia tidak terima Negeri Kincir Angin masih menjajah tanah Papua.

Sebelumnya, ia hanya bisa “menyerang” Belanda melalui media massa dengan memanfaatkan pekerjaannya di kantor percetakan Jakarta. Oleh karena itu, ketika pemerintah membuka kesempatan untuk menjadi relawan perang, ia segera mendaftar.

Keputusan Herlina mendaftar membuat banyak orang terkejut. Mereka berargumen bahwa sebagai seorang wanita yang bukan berasal dari latar belakang militer, zona perang bukanlah tempat bagi wanita. Semua anggapan bahwa perang adalah urusan laki-laki, sangat berbahaya, dan nyawa taruhannya.

Namun, Herlina tidak mempedulikan pendapat orang lain. Bagiannya, wanita juga memiliki hak untuk berperang.

“Indonesia sekarang bukan Indonesia zaman kolonial di mana wanita tidak memiliki kesempatan yang sama dengan pria! Untuk itu aku datang ke Irian Barat yang ingin mengabdikan diri pada Negara dan Tanah Air,” kata Herlina dalam memoarnya, “Pending Emas: Pengalaman-pengalaman Selama Mendarat di Irian Barat” (1964).

Pada 21 Juni 1962, Herlina pergi ke Makassar untuk mencari cara agar bisa berangkat ke Papua. Dia menghadap banyak perwira militer untuk menyampaikan niatnya untuk menjadi relawan. Sayangnya, mayoritas perwira tidak memberinya izin karena dia seorang wanita. Mereka menganggap tidak ada urgensi wanita di medan perang.

Dua hari kemudian, Herlina nekat melaporkan niatnya langsung ke komandan pertempuran, Mayor Jenderal Soeharto. Beruntung, dia mendapat jawaban positif dari komandan yang akan menjadi pemimpin bangsa itu.

Setelah rapat, Herlina diterima oleh Panglima Manda Mayor Jenderal Soeharto. Dia diizinkan untuk ikut serta dalam misi di Irian Barat.

Selama di sana, Herlina mengalami berbagai tantangan berat untuk membina masyarakat Papua dan bahkan memimpin pasukan. Meskipun tidak ditugaskan untuk berperang, tetapi prosesnya sangat melelahkan.

Dia harus menyusup ke pedalaman Papua, berjalan di tengah peluru berkecamuk, dan memimpin pasukan. Herlina bahkan pernah menjabat sebagai komandan Brigade Tempur. Semua rintangan tersebut hampir membuatnya kehilangan nyawa, tetapi dia berhasil melalui semuanya dengan baik.

Setelah perang usai, Herlina dan para gerilyawan disambut dengan sukacita oleh Presiden Soekarno. Soekarno memberikan bintang kehormatan Dharma Bakti kepada semua gerilyawan, baik yang masih hidup maupun yang gugur.

Namun, saat bertemu dengan Herlina, Soekarno terkesan dan tersenyum lebar. Dia merasa sangat bangga atas keberanian dan ketulusan Herlina sebagai satu-satunya wanita yang ikut bertempur melawan Belanda di Papua.

Rasa bangga Soekarno tidak hanya membuat Herlina mendapatkan bintang Dharma Bakti, tetapi juga sebuah kalung emas seberat 500 gram dan uang tunai sebesar Rp10 juta.

“Dan hatiku pun bangga mengenangkan perjuangan teman-temanku. Tanpa kuasa menahan lagi, air mataku menetesi kedua pipi dan baju hijauku,” kata Herlina.

Meskipun begitu, Herlina menyadari bahwa pemberian Soekarno terlalu berlebihan meskipun emas tersebut sudah menjadi impian sejak lama. Oleh karena itu, emas itu kemudian diserahkan kembali kepada Soekarno sebagai bentuk penghargaan kepada teman seperjuangannya yang sudah gugur atau terluka. Ini menunjukkan bahwa perjuangannya tulus, bukan untuk hadiah semata.

“Hadiah diberikan sebagai lambang perjuangan pejuang Trikora yang akan dikenang selamanya,” tuturnya.

Setelah perang, Herlina aktif dalam berbagai organisasi dan bisnis. Dia meninggal pada 17 Januari 2017.