Muhadjir Menginginkan Beras Jagung sebagai Opsi Menu Makan Gratis, Bambang Haryo Menyatakan Perlu Diteliti Terlebih Dahulu

by -147 Views
Muhadjir Menginginkan Beras Jagung sebagai Opsi Menu Makan Gratis, Bambang Haryo Menyatakan Perlu Diteliti Terlebih Dahulu

Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono menyatakan bahwa usulan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengenai beras jagung sebagai opsi dalam program makan gratis tidak tepat.

Menurut anggota DPR-RI periode 2024-2029 ini, Menko PMK tidak memahami bahwa produksi jagung di Indonesia masih kurang untuk memenuhi kebutuhan nasional, baik untuk konsumsi masyarakat maupun ternak di Indonesia. Kebutuhan nasional jagung sekitar 15,7 juta ton per tahun, sementara produksi jagung hanya 13,79 juta ton per tahun, sehingga kita harus impor sekitar 1,2 juta ton jagung setiap tahun.

BHS mengatakan bahwa harga jagung di Indonesia merupakan yang termahal di dunia, yakni sekitar Rp. 5000 – Rp. 8000 per kg atau lebih. Menurut data dari Tridge.com, harga jagung termahal di Ukraina adalah 270 USD per ton, atau sekitar Rp. 4.372 per kg.

“MENKO PMK seharusnya memperjuangkan agar harga pangan seperti jagung ini menjadi lebih murah. Apalagi Kementerian Pangan sering melakukan studi banding dan seharusnya memahami bahwa harga jagung internasional saat ini tidak lebih dari Rp. 2000 per kg, sesuai data dari Business Insider. Tapi di Indonesia, harganya sangat mahal, bahkan mencapai di atas Rp. 8.000/kg,” ujar BHS.

Lebih lanjut, menurut BHS, jika harga jagung dapat diturunkan, maka harga produk seperti ayam dan telur akan menjadi lebih murah. Sebagian besar masyarakat di Jawa dan Sumatera gemar mengonsumsi ayam dan telur, oleh karena itu penting untuk mendapatkan harga lauk pauk yang murah untuk Program Makan Gratis.

“Menko PMK perlu turun ke masyarakat dan mempelajari apakah anak-anak suka mengonsumsi nasi jagung. Program makan gratis harus sesuai dengan selera anak-anak, agar tidak menjadi percuma karena tidak diminati oleh mereka yang lebih sering makan nasi putih daripada nasi jagung,” kata BHS.

BHS juga menambahkan bahwa Menko PMK perlu memahami kesulitan dalam memproduksi dan memasak beras jagung. Proses memasak beras jagung membutuhkan kesabaran dan waktu lebih lama daripada menanak nasi putih. Selain itu, nasi jagung tidak tahan lama dan mudah busuk. Apakah diversifikasi pangan dari nasi putih ke nasi jagung lebih efektif dan efisien?

“Jika pemerintah ingin melakukan diversifikasi pangan ke jagung, dan anak-anak bersedia mengonsumsi nasi jagung, maka pemerintah harus meningkatkan produksi pertanian jagung di Indonesia agar tidak terlalu banyak impor. Pemerintah juga harus mendorong harga pangan, terutama jagung, agar lebih terjangkau, terutama untuk Program Makan Gratis bagi anak sekolah, mendekati harga internasional yang lebih rendah daripada harga jagung di Indonesia,” pungkas BHS.