Mantan Brigadir Jenderal TNI Aloysius Benedictus Mboi

by -198 Views
Mantan Brigadir Jenderal TNI Aloysius Benedictus Mboi

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan Tentara Nasional Indonesia]

Saya belajar pelajaran hidup kunci ketika Pak Ben Mboi berkata, ‘Prabowo jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa memberi dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Tidak akan salah.’

Itu yang selalu saya ingat. Sebagai seorang pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai bawahan kita. Kemudian kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu jauh karena akal sehat biasanya berhasil.

Kata-katanya mengingatkan saya pada pepatah Jawa, “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas, tetapi mereka juga harus mampu merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah ide-ide filsafat yang sangat dalam bagi saya. Bahkan sekarang, saya masih mengikuti kutipan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Setelah bertahun-tahun, saya bertemu dengan Dokter Ben Mboi, yang lebih dikenal setelah ia pensiun sebagai tentara dan Gubernur Nusa Tenggara Timur. Di TNI, dia dikenal sebagai seorang dokter militer yang ikut dalam lompat parasut (RPKAD) di Merauke selama kampanye pembebasan Irian Barat. Pada saat itu, komandan kompi adalah Kapten Benny Moerdani, yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan dan Panglima TNI (PANGAB) pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah bagian dari kompi Pak Benny Moerdani yang melompat di Merauke.

Ketika saya bertemu Pak Ben Mboi, dia berbagi banyak cerita dengan saya. Antara lain, dia bercerita tentang ketika ia naik pesawat Hercules sebelum melompat parasut ke Irian Barat. Pada saat itu, Panglima Mandala adalah Mayjen Suharto, dan ia memimpin upacara pelepasan. Operasi Jaya Wijaya memiliki satu tujuan: mengakhiri pendudukan Belanda di Irian Barat. Pak Harto kemudian menjadi Jenderal TNI dan akhirnya Presiden Republik Indonesia.

Pada saat itu, Pak Ben Mboi masih seorang Letnan Satu. Dia adalah seorang dokter militer. Dia menceritakan bahwa pasukan yang dipimpin oleh Pak Benny Moerdani melakukan apel di samping pesawat transporter C-130 Hercules yang mesinnya sudah dihidupkan. Dengan suara keras mesin Hercules di belakangnya, Pak Harto memberikan pidato yang sangat singkat.

Menurut Pak Ben Mboi, ia mendengar Pak Harto berkata: ‘Kalian akan melaksanakan tugas membebaskan Irian Barat. Kami mengirim dua tim sebelum kalian beberapa hari yang lalu. Namun, kami belum bisa menghubungi mereka sampai sekarang. Saya harus memberi tahu kalian, peluang kalian kembali hidup hanya 50 persen. Saya sekarang akan memberi kalian tiga menit untuk memikirkannya. Jika ada keraguan, sekaranglah waktunya untuk pergi.’

Menurut Pak Ben Mboi, tidak ada yang keluar dari baris. Pak Harto melirik jam tangannya, dan setelah tiga menit, ia memerintahkan pasukan untuk naik pesawat. Pak Ben Mboi kemudian bercanda kepada saya bahwa, mungkin, jika Pak Harto memberi mereka lebih banyak waktu untuk memikirkannya, katakanlah lima menit, banyak dari mereka akan mengubah pendapatnya.

Meskipun lucu, itu memang merupakan tindakan kepahlawanan. Saya berpikir, mungkin Pak Ben Mboi benar, jika mereka diberi lebih banyak waktu, mereka mungkin akan berpikir, ‘Oh tidak, ada kemungkinan 50 persen saya kembali ke keluarga dalam peti mati.’ Tetapi mereka tidak ragu; bahkan sehelai keraguan pun tidak melintas dalam pikiran mereka. Itulah semangat kepahlawanan yang mendasari jiwa nasional pada saat itu.

Ada cerita menarik lain yang dibagikannya setelah masa kegubernurannya berakhir. Saat itu, bawahannya dan stafnya menyadari bahwa Pak Ben Mboi tidak memiliki rumah. Jadi mereka mulai menggalang dana dan menerima dukungan dari pemerintah setempat dan beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah Pak Ben Mboi. Sebenarnya, Indonesia memiliki banyak orang hebat yang mendedikasikan karier mereka sepenuhnya untuk negara dan pensiun tanpa memiliki rumah. Itu berarti bahwa mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi namun tidak dihargai dengan tepat. Dan karena mereka sangat dihormati oleh bawahannya selama bertahun-tahun, para pria ini berhasil menemukan cara untuk mendapatkan uang cukup untuk membangun rumah setelah pensiun dari komandannya.

Saya juga belajar pelajaran hidup kunci ketika Pak Ben Mboi mengatakan kepada saya, ‘Prabowo, jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa memberi dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Dengan prinsip ini, kamu tidak akan salah.’

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai seorang pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai bawahan kita. Kemudian kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu jauh karena akal sehat biasanya berhasil. Itu mengingatkan saya pada sebuah pepatah Jawa, “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso O Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin menyelesaikan tugas, tetapi mereka juga harus merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah filsafat yang sangat dalam bagi saya. Bahkan sekarang, saya masih mengikuti pesan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Source link