Jakarta – Pakar Transportasi, Bambang Haryo Soekartono menegaskan bahwa ada beberapa standar yang harus dipenuhi dalam membangun bandara internasional. Hal ini terkait dengan panjang, lebar, dan kekerasan landasan (PCN) landasan pacu, taxiway, dan apron yang mencukupi untuk jumlah dan ukuran pesawat, terminal penumpang domestik dan internasional, serta lalu lintas penerbangan.
“Seperti di Bandara VIP IKN, persiapan harus dilakukan untuk mengubahnya menjadi Bandara Internasional. Persyaratan untuk menampung pesawat internasional, baik yang kategori Narrow Body (kecil) maupun Wide Body (besar), harus mematuhi standar ICAO (International Civil Aviation Organization),” ujar Bambang Haryo, pada Minggu (5/10/2024).
Sebagai contoh, jika IKN akan dijadikan Bandara Internasional, maka bandara tersebut harus memenuhi syarat untuk menampung pesawat jenis Narrow Body seperti Boeing-737, Airbus A320, dan Wide Body seperti Airbus A380 dan Boeing-777.
“Menurut peraturan ICAO, lebar landasan untuk pesawat Narrow Body harus 45 meter, sedangkan untuk Wide Body harus 60 meter. Namun, lebar landasan Bandara IKN saat ini hanya 30 meter, tidak memenuhi syarat standar keselamatan landasan ICAO,” katanya.
Selain itu, untuk Pavement Classification Number (PCN), yang mengindikasikan tingkat kekerasan landasan, harus mengikuti standar ICAO. Biasanya angka PCN untuk pesawat Narrow Body sekitar 52 dan untuk Wide Body sekitar 120.
“PCN yang menunjukkan tingkat kekerasan landasan harus diumumkan untuk kepentingan penerbangan. Namun, hingga saat ini belum ada informasi atau sosialisasi yang jelas mengenai validasi keamanan Bandara IKN oleh Kementerian Perhubungan. Hal ini juga penting bagi masyarakat domestik maupun internasional,” kata Anggota DPR-RI periode 2024-2029.
Selain itu, ketersediaan apron juga menjadi perhatian. Kapasitas apron Bandara IKN saat ini masih belum maksimal. Apron hanya mampu menampung 3-4 pesawat Wide Body atau 6-8 pesawat Narrow Body. Hal ini tidak mencukupi mengingat IKN akan menggantikan peran Jakarta sebagai Ibu Kota Negara.
Pada saat ini, jumlah masyarakat di Pulau Jawa yang menuju Jakarta setiap hari mencapai lebih dari 3 juta orang. Misalnya, pengguna KRL dari Bogor ke Jakarta saja mencapai sekitar 1 juta orang per hari.
Di Bandara Cengkareng, rata-rata penumpang dari Jawa dan Sumatera sekitar 100.000 orang per hari. Belum lagi pengguna Transportasi Publik Massal Bis, kereta api, kapal laut, dan kendaraan pribadi untuk menuju Jakarta.
“Bandara Cengkareng saat ini, dengan 67 garbarata di 3 terminal, masih sering mengalami kelebihan daya tampung apron. Dengan 3 landasan yang panjangnya di atas 2.500 meter, lebar 60 meter, dan PCN sekitar 100, masih sering kewalahan menampung pesawat yang akan mendarat sehingga sering terjadi antrian udara,” ucap Bambang Haryo.
Diperlukan kajian mengenai luas terminal Bandara IKN yang hanya bisa menampung sekitar 200.000 penumpang per tahun, atau sekitar 600 penumpang per hari, dibandingkan dengan Bandara Cengkareng yang mampu menampung 100.000-150.000 penumpang per hari.
“Bagaimana dengan Bandara IKN yang hanya memiliki 1 landasan, apron, dan terminal minimal tanpa garbarata? Sulit untuk membayangkan kelebihan muatan dan potensi kekacauan yang akan terjadi di bandara tersebut. Perlu evaluasi, terutama jika masyarakat dari Jawa dan Sumatera ingin menuju IKN. Saya harap Pemerintah dapat menyempurnakan setiap Bandara Internasional, termasuk IKN, agar menjadi infrastruktur yang aman dan nyaman bagi masyarakat domestik maupun internasional,” tutupnya.