Calon Menteri Bersedia Terima Hukuman Mati Jika Gagal Memimpin Indonesia

by -65 Views
Calon Menteri Bersedia Terima Hukuman Mati Jika Gagal Memimpin Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia – Sosok menteri baru dalam kabinet mendatang mulai menemui titik terang. Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil para calon menteri di kediaman pribadinya, Senin-Selasa (15/10/2024).

Di tengah situasi sulit masyarakat menggantungkan harapan besar di pundak para calon menteri untuk bisa membawa Indonesia lebih baik. Sekalipun pada sisi lain tak ada jaminan juga harapan masyarakat bakal dijalankan dengan baik oleh mereka.

Namun, sejarah pernah mencatat pada 1966 ada calon menteri yang berani menjamin harapan masyarakat bakal terwujud. Jika gagal, maka dirinya siap ditembak mati.

Calon menteri tersebut bernama Hadely Hasibuan. Bagaimana Ceritanya?

Hadely Hasibuan berani bertaruh demikian sebab kondisi Indonesia tahun 1966 sangat kacau. Sebelumnya, Soekarno sebagai kepala negara dan pemerintahan gagal mengatasi krisis ekonomi imbas meluasnya krisis politik.

Dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid 6 (1984) diketahui, kala itu inflasi mencapai 650%, nilai tukar rupiah anjlok, dan harga pangan melonjak tinggi. Parahnya, semua itu terjadi menjelang hari besar warga Indonesia, yakni lebaran, natal, dan imlek.

Aktivis Soe Hok Gie dalam memoarnya Zaman Peralihan (2004) menceritakan, krisis membuat masyarakat tak bisa bersuka cita merayakan hari besar. Sebab, harga-harga meroket ratusan persen dalam waktu seminggu.

Muara dari krisis berujung pada demonstrasi besar-besaran mahasiswa dan berbagai kelompok masyarakat. Salah satu tuntutan demonstran adalah penurunan harga.

Namun, pemerintah tak bisa mengatasinya. Soekarno justru bersikap reaksioner.

Dalam autobiografi berjudul Pengalamanku sebagai Calon Menteri Penurunan Harga (1985), Hadely Hasibuan bercerita Soekarno secara terbuka malah menantang demonstran mencari menteri yang sanggup menurunkan harga. Tantangan tersebut dibarengi pula oleh ancaman hukuman mati hingga penjara.

“Apabila dalam tempo 3 bulan, yakni sampai 15 April 1966, keadaan ekonomi bertambah buruk, dia akan ditembak mati. Apabila keadaan sama saja, dia akan saya masukkan dalam penjara selama 10 tahun!,” kata Soekarno.

Saat tantangan bergema, Hadely Hasibuan, yang kala itu berprofesi sebagai jurnalis, mengacungkan tangan tanda kesiapan. Dia lantas bersurat ke Istana dan tak lama kemudian diminta menghadap, sembari menguraikan ide menurunkan harga pangan.

Awalnya, dia tak menyangka bakal sungguh dipanggil pihak Istana Negara. Masalahnya, dia tak punya latar ilmu ekonomi.

Bahkan, dalam memoarnya, dia menyebut ekonomi sebagai ilmu yang tak jadi perhatiannya sejak dahulu. Namun, bermodalkan jaringan pertemanan luas dan nasihat wakil presiden sekaligus ekonom Mohammad Hatta, dia percaya diri menguraikan ide ekonominya.

Antara lain, mengizinkan investasi asing, meminta Indonesia bergabung kembali jadi anggota PBB, menghentikan perang melawan Malaysia. Ia juga mengurangi jumlah menteri, dan memanggil kembali ekonom Sumitro Djojohadikusumo.

Hanya saja, uraian disampaikan bukan di hadapan Presiden Soekarno, melainkan ke salah satu menterinya, yakni Johannes Leimena. Ide tersebut kemudian selaras dengan sikapnya yang siap dihukum mati atau minimal penjara 10 tahun, jika kebijakannya gagal mengurus negeri.

“Saya bersedia ditembak mati bila pelaksanaan konsep itu gagal dalam waktu 3 bulan,” kata Hadely Hasibuan.

Namun, gagasan Hadely ditolak mentah-mentah Leimena karena tidak selaras oleh garis besar kebijakan Presiden Soekarno. Maka, Hadely Hasibuan pun gagal menjadi menteri.

Meski begitu, di akar rumput dan dunia internasional, nama Hadely naik daun. Apalagi waktu membuktikan Soekarno akhirnya gagal mengatasi krisis.

Belakangan, ide Hadely tersebut terbukti berhasil membawa perbaikan ekonomi ketika dilaksanakan oleh Jenderal Soeharto saat menjadi presiden. Di tangan Soeharto, ekonomi membaik melalui pembukaan investasi asing, menjadi bagian dari PBB, menghentikan perang melawan Malaysia, hingga memanggil pulang ekonom Sumitro Djojohadikusumo, yang juga ayah Prabowo Subianto.

Sampai sekarang, tak ada calon menteri yang berani mempertaruhkan nyawa jika gagal mengurusi negeri. Sejauh ini Hadely Hasibuan adalah orang pertama dan terakhir.

(mfa/sef)