Mi instan menjadi salah satu makanan favorit di Indonesia. Menurut World Instant Noodles Association (WINA), konsumsi mi instan di Indonesia mencapai 14,54 juta porsi pada tahun 2023, yang setara dengan 12% dari total konsumsi global.
Prestasi ini tidak lepas dari Sjarif Adil Sagala, pencipta mi instan pertama di Indonesia. Pada tahun 1968, Sagala mendirikan PT Lima Satu Sankyu, pabrik mi instan pertama hasil kerjasama dengan perusahaan Jepang. Merek dagang mi instan tersebut adalah Supermi.
Namun, sedikit yang tahu bahwa di balik kesuksesan menciptakan mi pertama, Sagala merupakan korban penyintas ledakan bom atom di Jepang.
Pada tahun 1943, Sagala adalah seorang mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa untuk belajar di Jepang. Saat itu, mi instan sudah ada di Jepang dan Sagala merasa nikmatnya mi instan yang langka tersebut.
Semua berubah pada 6 Agustus 1945 ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima. Sagala menjadi korban ledakan tersebut dan mengalami luka bakar serta paparan radiasi tinggi. Meskipun dianggap kritis, Sagala berhasil melewati masa kritis dan hidup selama lima tahun dengan pengawasan dokter.
Setelah pulang ke Indonesia, Sagala memulai karirnya sebagai pengusaha dan memperkenalkan mi instan ke Tanah Air dengan mendirikan Supermi pada tahun 1968.
Selain Sagala, ada juga pengusaha Indonesia lain yang menjadi korban bom atom di Jepang seperti Hassan Rahaya dan Omar Barrack. Meskipun namanya kurang dikenal, keturunan mereka mencapai kesuksesan di bidang yang berbeda.
Anak Hassan, Ferdy Hassan, menjadi artis ternama, sedangkan keluarga Omar Barrack memiliki hubungan dengan tokoh ternama seperti Surya Paloh dan musisi Syahrini.
Kisah para korban bom atom di Jepang ini menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk tetap tegar dan bangkit dari cobaan yang berat.