Tingginya antusiasme umat Muslim Indonesia dalam menjalankan ibadah haji telah membuka peluang bagi agen travel swasta untuk membantu perjalanan ke Tanah Suci. Namun, sayangnya, peluang ini sering disalahgunakan oleh beberapa agen travel yang menipu jemaah demi keuntungan semata. Modus penipuan yang dilakukan bisa beragam, mulai dari penelantaran hingga tindakan terburuk seperti mempekerjakan jemaah secara paksa.
Salah satu kasus penipuan haji yang tercatat dalam sejarah adalah yang dilakukan oleh travel Al-Segaf pada abad ke-19 lalu. Travel Al-Segaf didirikan oleh seorang warga Arab bernama Sayid Muhammad bin Ahmad al-Segaf dengan kantor pusat di Singapura. Travel ini cepat berkembang dan menjadi pilihan utama jemaah haji dari Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dan Singapura untuk perjalanan ke Makkah.
Namun, seiring berjalannya waktu, bisnis karet Al-Segaf mulai mengalami tekanan dengan upah buruh yang melonjak. Hal ini membuat Al-Segaf kesulitan membayar pekerja dan mencari tenaga kerja murah. Dengan melihat kesulitan yang dialami para jemaah haji asal Indonesia, Al-Segaf melihat peluang untuk menawarkan bantuan pinjaman uang dengan syarat agar jemaah bekerja di perkebunan karetnya di Johor.
Para jemaah yang tergiur dengan tawaran ini akhirnya menerima pinjaman dengan syarat menggantinya dengan bekerja di perkebunan karet Al-Segaf. Namun, setelah sampai di perkebunan, para jemaah malah dipaksa bekerja dalam kondisi yang sulit dengan upah yang rendah. Mereka terjebak dalam lingkaran hutang dan terperangkap dalam kerja paksa yang dilakukan oleh Al-Segaf.
Terkait dengan kondisi ini, pemerintah turun tangan untuk membantu para jemaah haji yang terjebak dalam praktik kerja paksa ini. Melalui berbagai langkah diplomatik dan kerjasama antar pemerintah, praktik licik Al-Segaf akhirnya dapat dihentikan dan para jemaah haji Indonesia berhasil dipulangkan ke Tanah Air. Dengan demikian, praktik penipuan yang membawa jemaah haji menjadi korban kerja paksa ini dapat terhenti.