Jakarta, CNBC Indonesia – Ikan hias Cupang, dengan warna yang unik dan ekor yang indah, sering menjadi daya tarik. Meskipun harga dan umur ikan Cupang tidak sebanding dengan ikan hias seperti Arwana dan Koi, namun bisnis Cupang bisa menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada bisnis ikan hias lainnya.
Menurut Ari, salah satu anggota komunitas ikan hias, umur Cupang hanya bertahan selama 1-2 tahun. Namun, dia yakin bahwa perputaran uang dalam bisnis Cupang sangat cepat.
“Cupang bisa menghasilkan keuntungan yang cepat. Bayangkan saja, orang bisa menjualnya dengan harga Rp5.000, dan anak-anak pun membelinya. Pasarnya sangat luas, dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Meskipun tidak semua orang di tingkat tinggi menyukai Cupang, tetapi Pak Fadel Muhammad (Wakil Ketua MPR) sangat menyukainya hingga mengunjungi kampung Cupang,” ungkap Ari.
Ari menjelaskan bahwa meskipun Cupang sudah tua dan tidak memiliki nilai jual yang tinggi lagi, Cupang tersebut masih bisa dijadikan induk dan menghasilkan ribuan telur Cupang baru.
“Jika sudah tua dan tidak bisa ikut kontes, Cupang dapat dijadikan induk. Orang-orang mungkin akan membelinya sebagai induk, karena Cupang tersebut sudah tidak memiliki nilai jual yang tinggi untuk diperdagangkan, hanya untuk dipamerkan saja,” jelasnya.
Ari menegaskan bahwa meskipun Cupang sudah tua, tetap dapat menghasilkan keuntungan. “Satu pasang Cupang bisa menghasilkan ribuan telur, dan dalam 2-3 minggu, satu ekor telur Cupang bisa dijual dengan harga Rp5.000,” ucapnya.
Ari menambahkan bahwa Cupang tidak memerlukan fasilitas yang mewah seperti ikan hias lainnya. Dengan satu toples dan kutu air sebagai pakan, Cupang dapat hidup sehat dan lincah.
“Ikan Cupang tidak memerlukan fasilitas yang mewah, tidak perlu akuarium yang bagus atau air yang sempurna, mereka hanya memerlukan toples untuk hidup. Pakan Cupang juga tidak rumit, yang paling penting adalah kutu air agar ikan tersebut sehat,” tuturnya.
Agung Karim, Penasehat Asosiasi Beta Indonesia, menyatakan bahwa Cupang merupakan ikan hias dengan komunitas terbesar di Indonesia, karena tidak memiliki strata sosial.
“Dari tukang sapu hingga level direksi, semua orang terlibat dalam komunitas Cupang, tidak peduli usia mereka. Hal ini membedakan Cupang dengan ikan hias lainnya,” ucap Agung. Dia juga menambahkan bahwa cupang memiliki jaringan komunitas yang luas tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri.
Menurut Agung, kontes menjadi bagian yang penting dalam industri ikan Cupang. “Ikan Cupang tidak bisa dipisahkan dari kontes, karena itu merupakan lokomotif industri Cupang. Ikan lain mungkin dapat bertahan tanpa kontes, tetapi dalam industri Cupang, kontes diperlukan untuk meningkatkan harga dan mempertahankan harga tersebut,” jelasnya.
Dalam kontes, terjadi perputaran ekonomi. Misalnya, jika ada 2.000 ikan yang berpartisipasi dalam kontes, maka jika harga setiap ikan adalah Rp500.000, maka totalnya akan menjadi miliaran.
“Kontes memicu perekonomian, orang-orang berbelanja saat kontes berlangsung. Oleh karena itu, kontes sangat penting bagi industri ini,” tuturnya.
Selain itu, Agung menjelaskan bahwa umur Cupang yang pendek, sekitar 2 tahun, dan ikan Cupang yang dipertandingkan hanya bisa berusia 2-3 bulan, setelah itu memasuki masa tua. Hal ini membuat orang kembali membeli ikan Cupang yang baru.
Jika dibandingkan dengan ikan hias lain seperti Louhan, Arwana, dan ikan hias lainnya yang harganya bisa mencapai Rp30 juta, Cupang bisa dibeli berkali-kali.
“Cupang terlihat murah, tapi bisa dibeli berkali-kali. Jadi, perputaran uangnya lebih tinggi daripada ikan-ikan besar lainnya,” tambahnya.
Agung juga menyebutkan tentang booming Cupang selama pandemi COVID-19. Penjualan Cupang meningkat pesat pada masa tersebut. “Sekarang penjualan sudah normal kembali, tidak turun tapi kembali normal,” tutupnya.
(wur)