Selain arsitek Frederich Silaban, ada tokoh lain yang dianggap berperan penting dalam pembangunan Monumen Nasional (Monas). Ia adalah Teuku Markam.
Meski namanya tidak begitu dikenal, banyak sumber yang menyebut dia menyumbang 28 kilogram (kg) emas untuk pembangunan tugu api Monas. Klaim ini masih menjadi perdebatan, namun satu hal yang pasti dari sosok Teuku Markam adalah, fakta bahwa dirinya merupakan pengusaha kaya era Sukarno.
Teuku Markam lahir di Panton Labu pada 12 Maret 1924 dari keturunan bangsawan (uleebalang). Meskipun punya keistimewaan, dia memilih untuk tidak bersekolah.
Pada usia 20 tahun, Markam memutuskan untuk berjuang angkat senjata melawan Belanda dan menjadi penyelundup senjata dari Singapura ke Pekanbaru. Perjuangan ini dijalankannya selama 10 tahun dan dia termasuk dalam golongan perwira menengah, berpangkat Kapten.
Pada tahun 1957, dia keluar dari militer dan terjun menjadi pengusaha. Dia mendirikan PT. Karkam, perusahaan yang memiliki hak eksklusif ekspor karet dari Sumatera Selatan (Sumsel) ke Singapura dan Malaysia selama masa konfrontasi (1960-1963). Selain itu, Karkam juga memegang lisensi proyek besar dari negara, seperti impor Nissan Jeep dan Semen Asano dari Jepang.
Dikarenakan bisnis yang besar, Robinson menyebut Karkam sebagai perusahaan beraset jutaan dollar AS. Namun, kedekatannya dengan Soekarno menjadi batu sandungan bagi Markam. Setelah pergantian kekuasaan, Presiden Soeharto memenjarakan Markam. Ia disebut terlibat korupsi dan pemberontakan Gerakan 30 September. Selama masa tahanan, harta Markam diambil pemerintah Orde Baru, termasuk mobil, rumah, tanah, serta uang tunai Rp 20 miliar dan US$ 30 juta.
Pada tahun 1966, jumlah uang tunai tersebut sangat besar. Meski di masa Orde Baru masih menjalankan bisnis, namanya dianggap sebagai ‘pengkhianat’ dan tidak direhabilitasi.