Kepemimpinan Purn. Agum Gumelar dalam TNI

by -166 Views
Kepemimpinan Purn. Agum Gumelar dalam TNI

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Pak Agum sebelumnya pernah menjadi komandan saya ketika saya belum menjadi komandan Kopassus. Saat itu, saya menjabat sebagai komandan Grup 3 Pusdikpassus Batujajar. Namun, saya sudah mengenal beliau sejak saya baru akan masuk Taruna. Beliau berasal dari keluarga perwira Kopassus, Kapten Margono, yang sebelumnya pernah menjadi ajudan ayah saya saat beliau menjabat Menteri Perdagangan di kabinet Pak Harto tahun 1968.

Saya mengenal Pak Agum sebagai seorang perwira yang memiliki kecerdasan tinggi dan fisik yang baik. Ia merupakan seorang olahragawan yang karismatik. Beliau mudah bergaul, mampu menarik simpati anak buah, atasan, rekan, dan terutama rakyat.

Pak Agum mahir dalam ilmu intelijen operasi Sandi Yudha dan memiliki gaya kepemimpinan yang persuasif. Beliau merupakan sosok yang teguh pada prinsip dan berani mengoreksi atasan dengan risiko kehilangan jabatan.

Meskipun mungkin terjadi ketidakpahaman antara saya dan beliau dalam perjalanan hidup, namun secara objektif, saya menyatakan bahwa Pak Agum merupakan aset bagi bangsa Indonesia.

Saya pertama kali berkenalan dengan Pak Yunus Yosfiah dalam sebuah operasi di Timor Timur. Beliau bertugas sebagai Komandan Tim Khusus dengan nama sandi Nanggala saat itu. Tim Khusus ini dibentuk pada bulan Desember 1975-Januari 1976 karena operasi yang dilakukan tidak mengalami kemajuan secepat yang diharapkan. Diperlukan tim Kopassus yang dapat bergerak dengan mobilitas tinggi dan semangat yang tinggi. Tim tersebut dipimpin oleh Pak Yunus.

Sebelumnya, saya dan para Letnan angkatan 1974 dari AKABRI, setelah lulus latihan komando pada 20 Desember 1975, resmi masuk ke Grup 1 Parako dari Kopassandha. Pada 7 Desember, saat kami masih di Batujajar, pasukan Baret Merah dan Baret Hijau dari Kopassandha serta Brigade 17 dan 18 telah diterjunkan ke Timor Timur. Beberapa senior kami gugur dalam penerjunan pada tanggal 7 Desember tersebut.

Setelah lulus Latihan Komando, kami langsung melakukan Korps Lapor ke Markas Kopassandha Cijantung. Hanya diberi waktu istirahat dua minggu sebelum mulai bertugas di bulan Januari. Pada saat itu, Grup 1 Parako kosong karena hampir semua pasukan sedang tugas di Timor Timur.

Pada bulan Februari, kami mendapat kabar bahwa akan dibentuk tim khusus yang terdiri dari sisa pasukan Grup 1, Grup 2, dan Detasemen Markas. Pasukan ini akan dipimpin oleh perwira-perwira yang baru lulus latihan komando, yaitu angkatan ’71 dengan pangkat Lettu dan angkatan ’74 para Letnan Dua.

Letnan Satu pada waktu itu termasuk Lettu Inf. Yotda Adnan, Lettu Inf. Suwisma, Lettu Inf. Syahrir, Lettu Inf. Untung Setiawan, Lettu Inf. Zarnubi, dan Lettu CHB Harjono. Sedangkan Pak Yunus menjabat sebagai Komandan Tim Khususnya.

Dari situlah saya mulai mengenal Pak Yunus. Beliau berperawakan kurus dan tidak terlalu tinggi. Dalam kepemimpinannya, Pak Yunus selalu memberikan contoh. Filosofi “ing ngarsa sung tulada” atau memimpin dari depan benar-benar berlaku. Beliau selalu menanggung beban yang sama dengan anak buah, sehingga anak buahnya patuh dan setia.

Pak Yunus memberikan kesan selalu tenang, tidak pernah panik, dan tidak pernah gugup, yang menjadi pelajaran bagi kami semua. Karena jika seorang komandan panik atau tidak bisa bertindak saat kontak tembak dengan musuh, dia akan kehilangan wibawa untuk selamanya. Pak Yunus adalah sosok pribadi yang pantang menyerah, harus mencapai kemenangan, dan tidak menerima alasan apapun.

Pengalaman saya dengan komandan seperti Pak Yunus di awal karier militer saya memberikan manfaat yang besar bagi saya. Saya selalu menceritakan pengalaman ini karena saya mendapatkan komandan seperti Pak Yunus Yosfiah.