Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Bambang Susantono dan Wakilnya Dhony Rahajoe secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya, Senin (3/6/2024). Berita mengenai kemunduran ini menimbulkan pertanyaan terkait proyek IKN. Banyak pihak yang mengaitkannya dengan proses pembangunan dan masa depan proyek pengganti Jakarta tersebut.
Proyek pembangunan ibu kota di suatu negara bukanlah hal baru. Sebelum IKN, banyak negara sudah memindahkan ibu kota, sehingga banyak pelajaran yang bisa diambil. Salah satu pelajaran yang dapat dipelajari adalah kasus pembangunan ibu kota baru Brasil, yakni Brasilia pada tahun 1960-an.
Pada masa itu, ibu kota lama Brasil, Rio de Janeiro, sudah mengalami berbagai masalah. Sejak menjadi ibu kota sejak tahun 1783, Rio sudah menjadi kota yang penuh sesak. Setiap hari Rio selalu dipadati kemacetan. Wilayahnya pun penuh sesak, tidak mungkin untuk memulai pembangunan baru. Akibat dari kondisi ini, ketimpangan sosial-ekonomi semakin melebar, tidak hanya di dalam kota tetapi juga di luar kota. Keadaan Rio yang kuat membuat daerah pedalaman dan pesisir menjadi tertinggal. Berangkat dari permasalahan ini, pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota dengan tujuan mengurangi beban Rio dan mengatasi masalah yang ada.
Proyek pembangunan ibu kota baru dipimpin oleh Presiden Juscelino Kubitschek de Oliveira (menjabat 1956-1961). Kubitschek dikenal sebagai sosok yang penuh ambisi dan ingin menciptakan modernisasi negara, stabilitas politik, dan pertumbuhan ekonomi. Kubitschek melakukan program “Fifty Years in Five” yang bertujuan menciptakan kota Brasilia yang modern dan hijau, tidak ada lagi kawasan kumuh dan kemacetan. Namun, proyek ini dihadapi banyak tantangan karena ekonomi Brasil sedang merosot saat proyek dimulai.
Meskipun banyak pihak meminta Kubitschek menahan ambisi proyek tersebut karena krisis ekonomi yang akan datang, Kubitschek tetap menjalankan proyek dengan mengandalkan pinjaman asing dan penghematan di berbagai sektor. Namun, pembangunan Brasilia tidak berhasil mewujudkan visi kesetaraan sosial yang diharapkan. Pemukiman yang dibangun hanya untuk pejabat dan orang kaya, sementara masyarakat kelas menengah ke bawah tidak mendapat hunian.
Belajar dari kasus Brasilia, pembangunan ibu kota baru bukanlah opsi terbaik untuk mewujudkan pembangunan adil dan menyelesaikan masalah. Pembangunan ibu kota baru bisa dilakukan dengan baik dengan perencanaan yang matang dan tanpa terburu-buru. Kesimpulannya, cita-cita Brasilia sebagai ibu kota yang modern dan hijau tidak terwujud.