Jakarta, CNBC Indonesia – Kisah datang dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sedang mencari senjata, eh, malah mendapat harta karun dari masa Orde Lama. Pembicaraan mengenai harta karun dari masa kekuasaan Presiden Soekarno selalu menjadi topik pembicaraan menarik.
Salah satu harta karun yang ditemukan di perbatasan Sukabumi dan Bogor pada tahun 1946. Kisah ini bermula di pertengahan tahun 1946 ketika pasukan TNI mengamankan daerah perbatasan bernama Cigombong yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan Jepang.
Saat memulai proses pengamanan daerah tersebut dan menggali lahan, tentara tanpa sengaja menemukan sebuah peti besar. Peti tersebut kemudian diserahkan kepada komandan brigade TNI, Letnan Kolonel Alex Evert Kawilarang.
“Dulu kami pernah menerima sebuah peti yang kami kira berisi obat-obatan. Peti tersebut sangat besar. Ketika dibuka, ternyata isinya adalah kondom,” ujar Kolonel Alex Evert Kawilawang dalam A.E Kawilarang Untung Sang Merah Putih (1988:86).
Dari situlah, tentara bersama rakyat mulai menggali lahan di sekitar bekas lokasi pasukan Jepang dengan harapan menemukan senjata untuk melawan pasukan Belanda. Namun, alih-alih menemukan senjata, mereka justru menemukan sebuah bom yang meledak dan melukai tentara TNI.
Namun, suatu hari, tentara bernama Sersan Mayor Sidik mendatangi Kawilarang dan memberikan sebuah guci besar yang ditemukan. Sang sersan ternyata merupakan tentara yang jujur. Dia langsung memberikan guci tersebut kepada Kawilarang, meskipun sebenarnya dia bisa memilih untuk membawa guci tersebut ke penadah untuk mendapatkan uang.
“Sersan Mayor Sidik bersama beberapa anggota polisi, tentara, dan rakyat menemukan sebuah guci besar. Setelah guci tersebut dibuka, mereka menemukan sejumlah emas, permata, dan berlian yang sudah terkongkel-kongkel mengilap,” kutip dari buku Haji Priyatna Abdurrasyid: Dari Cilampani ke New York (2001:102).
Ketika guci tersebut dibawa ke markas pasukan Kawilarang, beberapa orang terlihat bersemangat untuk mendapatkan harta karun tersebut. Kawilarang yang kesal kemudian mengambil dua peti granat.
“Ingin berjuang lagi? ini untuk berjuang,” ujar Kawilarang sambil memberikan dua peti granat kepada mereka.
Ketika orang-orang yang tergiur oleh harta karun itu masih menunjukkan ketertarikan, Kawilarang dengan tegas mengatakan, “Ini untuk berjuang!”
Kawilarang juga tidak berniat memiliki harta karun tersebut, sebab dia kemudian menulis surat kepada Residen Bogor Moerdjani mengenai harta yang ada dalam guci tersebut. Menurut Kawilarang, harta tersebut seharusnya menjadi urusan pejabat kementerian dalam negeri seperti Residen Bogor.
Namun, Residen menolak untuk menerima dan bahkan menyuruh Kawilarang untuk mengirimkan harta itu kepada Kementerian Dalam Negeri di pusat.
Demi keamanan harta tersebut, Kawilarang memerintahkan Letnan Godjali (didampingi beberapa tentara muda) untuk menyerahkan harta temuan dari Sidik dan kawan-kawannya ke pemerintah pusat Republik Indonesia yang berada di Yogyakarta. Emas dan berlian tersebut sampai di Yogyakarta dalam kondisi utuh, dan diserahkan kepada Mr. Sumarman, Sekretaris Kementerian Dalam Negeri.
Berdasarkan laporan dari tim, harta karun tersebut kemudian diserahkan kepada Bank Negara Indonesia (BNI-46) di Yogyakarta yang saat itu dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Menurut majalah Ekspres (29/09/1972), nilai harta karun tersebut hampir mencapai Rp 6 miliar. Harta karun tersebut terdiri dari 7 kg emas dan 4 kg berlian, yang berasal dari Perkebunan Pondok Gede, Bogor.