Jakarta, CNBC Indonesia – Jika setiap lulusan perguruan tinggi diberi dua pilihan, bekerja di perusahaan atau jualan di pasar, maka sudah pasti mereka bakal memilih yang pertama. Jadi pegawai tentu bisa mendapat banyak “kemewahan”.
Namun, keputusan berbeda diambil oleh perempuan asal Hong Kong, Miru Wong. Miru adalah sarjana dari salah satu universitas di Hong Kong jurusan desain komunikasi visual. Dengan status demikian, dia sebetulnya sangat bisa bekerja di suatu perusahaan, seperti orang pada umumnya. Tentu, dibarengi pula oleh gaji besar.
Akan tetapi, di tengah jalan, dia memilih membantu orang tua berjualan sepatu di pasar. Perlu diketahui, orang tua Miru menjalankan bisnis warisan yang dirintis oleh sang kakek pada 1958. Sayang, bisnis yang termasuk legendaris itu terancam bangkrut karena tak ada lagi yang mau meneruskan.
Pada titik ini, Miru merasa prihatin dan tak ingin bisnis kakeknya bangkrut begitu saja. Alhasil, dia memutuskan menanggalkan ijazah sarjana yang dimiliki untuk memulai langkah baru sebagai pedagang di pasar.
“Awalnya saya tidak berpikir untuk bergabung dengan bisnis keluarga, tapi setelah saya membuat rencana bisnis, saya langsung ingin menekuninya,” ujarnya kepada Insider, dikutip Rabu (3/7/2024).
Miru mulai berdagang pada 2013. Sebagai bekas anak kuliahan, dia menerapkan cara-cara yang diperoleh dari kampus untuk akselerasi bisnis. Dia menerapkan modernisasi dan banyak mengubah pandangan kuno dalam produk sepatunya. Diketahui, dia melakukan serangkaian perbaikan, seperti menambah desain baru dan mengubah bentuk pemasaran.
“Penting untuk terus meningkatkan desain produk, fungsionalitas dan estetika agar tetap relevan serta menarik bagi konsumen,” katanya.
Meski modernisasi berlangsung, dia selalu memegang teguh nilai tradisional yang dilakukan oleh kakeknya saat berjualan, yakni menjaga harga sepatu supaya tetap murah tanpa mengabaikan kualitas.
Harga sepatu yang dijual tanpa bordir hanya dijual seharga US$12 atau Rp200 ribu. Jika sepatu dengan desain lebih bagus, maka harganya naik sekitar US$38 atau Rp600 ribu. Semua itu dibuat dari bahan berkualitas yang berasal dari Hong Kong, Jepang, dan Eropa.
Dia pun tak cuma menjual barang itu di pasar, tetapi juga melalui media sosial. Bermodalkan puluhan ribu pengikut Instagram, Miru mempromosikan sepatu buatannya itu. Dari mulai siaran langsung (live) hingga membuat video behind the scene produksi.
Kepada Insider, dia bercerita kalau modernisasi yang dilakukannya berhasil membuat bisnis warisan itu tak jadi bangkrut. Omzet bertambah. Setiap minggu, dia menjual 80-100 pasang sepatu. Keuntungan bersihnya bisa mencapai Rp20 juta. Jika ditotal sebulan, maka dia bisa mengantongi Rp80 juta.
Tentu, penghasilan sebesar itu sulit dicapai jika harus bekerja kantoran. Mengacu pada situs pencari kerja Indeed, gaji bulanan pekerja desain di Hong Kong hanya Rp40 juta. Pada titik ini, dia berpandangan langkahnya melepas ijazah sarjana tidak salah. Malah, dia termotivasi menjaga bisnis keluarga sampai hingga generasi keempat.
“Ini adalah industri yang sangat istimewa. Saya ingin mempromosikan kerajinan karena ini adalah tradisi Hong Kong yang sangat berharga dan orang-orang dapat belajar tentang pentingnya di balik desain tersebut,” ungkapnya.
[Video: Incar Pasar Anak Muda, Ini Sumber Cuan Bisnis Mie Kekinian]
(mfa/sef)