Jakarta, CNBC Indonesia – Munculnya rasa cinta berlebih kepada pujaan hati membuat seseorang sering bertindak atas dasar emosi dibanding pikiran logis. Tak peduli kondisi diri sendiri, seseorang bakal melakukan apapun demi sang pujaan hati.
Meski begitu, tidak selamanya rasa cinta berlebih atau bucin (budak cinta) berdampak positif. Di banyak relasi percintaan, sikap bucin justru menjadi celah untuk melakukan tindak kejahatan. Sebut saja seperti kekerasan hingga pemerasan.
Fenomena-fenomena seperti ini sebenarnya tak hanya baru-baru ini saja terjadi. Dahulu kasus serupa pernah menimpa salah satu wanita terkaya di Jakarta tahun 1600-an, yakni Cornelia van Nijenroode. Sang kekasih berupaya mengeluarkan jurus rayuan hingga membuat Cornelia bucin. Pada akhirnya, rayuan tersebut membuat harta Cornelia ludes tak tersisa. Bagaimana ceritanya?
Wanita Cantik & Kaya Raya
Cornelia menjadi wanita terkaya bukan dari hasil keringatnya sendiri, melainkan dari warisan. Dia mendapat warisan besar dari ayah dan suami, yang berprofesi sebagai pejabat VOC. Alhasil, sepeninggal keduanya, Cornelia jadi ahli waris yang sah atas seluruh kekayaan almarhum.
“Surat wasiat menetapkan jandanya sebagai ahli waris utama dan wali anak-anaknya. Ada banyak kekayaan. Dia akan memiliki kereta besar dan rumah dengan 40 budak,” tulis John E. Wills dalam 1688: A Global History (2001)
Tidak hanya kekayaan, Cornelia juga mendapat kehormatan dan keistimewaan. Di masa VOC, ada aturan tertulis bahwa perempuan elite seperti Cornelia diberi tempat spesial di publik. Mereka tak boleh dicemooh dan diberi hak-hak khusus. Salah satunya diperbolehkan hidup bermewah-mewahan.
Sementara pada sisi lain, fakta sosial demikian menjadi daya tarik tersendiri bagi para pria Belanda yang mengadu nasib di Batavia. Mereka yang ingin punya kekayaan dan kesuksesan cepat, berlomba-lomba mendekati perempuan elite.
Cornelia, yang masih berusia 42 tahun dan kaya raya, tentu saja menjadi target para pria. Leonard Blusse dalam Bitter bonds: a Colonial Divorce Drama of the Seventeenth Century (2002) menceritakan, ada banyak pria mendekati Cornelia. Dari sekian banyak pria, Cornelia kepincut oleh satu orang. Namanya, Johan Bitter.
Jan Bremmer dalam Between Poverty and the Pyre (1995) menyebut, Bitter merupakan duda beranak 4 asal Belanda. Dia tiba di Batavia pada 12 September 1675 untuk mencari peruntungan sebagai pengacara di kantor VOC.
Sayang, kehidupan Bitter di tempat baru tak mulus. Penghasilannya tak bisa menghidupi keluarga hingga dia pun jatuh miskin. Di kondisi demikian, dia berupaya mendekati Cornelia atas saran teman.
Singkat cerita, bujuk rayu Bitter sukses membuat wanita terkaya itu tak berdaya. Cornelia terbutakan cinta. Tak peduli Bitter orang miskin. Dia hanya memandang pacarnya sebagai cocok cerdas, punya profesi terpandang, dan mampu melindungi operasional bisnisnya.
Atas dasar ini, pada 1976 dia mau dinikahi Bitter yang sebenarnya hanya ingin menggerogoti hartanya saja.
Harta Ludes
Tak butuh waktu lama bagi Cornelia untuk tersadarkan bahwa pernikahannya hanya akal-akalan. Beberapa hari setelah menikah, Bitter langsung melarang Cornelia berbisnis. Bahkan, dia juga dilarang membuat bisnis baru, kecuali mendaftarkannya atas nama Bitter.
Atas nama cinta, Cornelia masih nurut. Namun, benteng kesabarannya jebol tatkala suaminya melakukan KDRT dan diam-diam mengirimkan uang dan berlian ke Belanda. Kejadian ini membuat Cornelia mantap untuk bercerai dan menuntut Bitter atas kasus penggelapan.
Dalam 1688: A Global History (2001) dijelaskan tuntutan tersebut disetujui pengadilan pada 1677. Keduanya bercerai. Bitter pun ditangkap di Belanda. Akan tetapi, sebagai orang paham hukum, Bitter mengajukan gugatan kembali ke pengadilan tinggi di Belanda. Pengadilan tinggi pun memutuskan tuntutan Cornelia batal.
Putusan hukum lebih tinggi menjadi dasar Bitter kembali ke pelukan Cornelia. Terlebih, pengadilan agama juga melarang keduanya bercerai. Cornelia yang masih sayang terhadap Bitter lantas setuju. Keduanya kembali berumah tangga.
Sayang, keharmonisan hanya sebentar. Bitter kembali melakukan kekerasan dan mengambil paksa aset-aset milik istrinya. Cornelia menuntut perceraian lagi. Bahkan, dia secara sukarela memberikan sebagian kecil asetnya kepada suaminya. Asalkan berpisah.
Meski begitu, pengadilan menolak tuntutan Cornelia. Malah meminta Cornelia menjalin hubungan lagi dengan Bitter sekaligus memerintahkannya berbagi harta dengan Bitter pada 1691.
Saat putusan hakim keluar, Cornelia sudah keburu meninggal. Alhasil, semua harta Cornelia menjadi milik Bitter. Pada titik ini, cita-citanya merebut harta sudah terwujud. Dia tak lagi hidup miskin dan jadi orang kaya sampai meninggal.
(mfa/sef)