Hatta Memilih Hidup Miskin Daripada Mencuri Uang Negara

by -116 Views
Hatta Memilih Hidup Miskin Daripada Mencuri Uang Negara

Jakarta, CNBC Indonesia– Para pejabat di Indonesia seringkali menjadi sorotan. Mereka memiliki harta fantastis dan hidup mewah meskipun gaji bulanannya tidak sebanding. Apa yang terjadi pada para pejabat Indonesia saat ini bertolak belakang dengan sikap proklamator dan Wakil Presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta.

Meskipun berkuasa dan memiliki citra yang gemilang, Hatta seringkali tidak memiliki uang. Dia memilih hidup sederhana dan miskin daripada menggunakan posisinya untuk mengambil uang rakyat untuk kepentingan pribadi.

Bagaimana kisahnya?

Integritas Hatta terhadap kesederhanaan dan anti-korupsi terlihat dari pilihannya dalam hidup. Setelah berkuasa, Hatta bisa saja meminta uang dari negara untuk kepentingan pribadi. Namun, dia menolak korupsi. Ada banyak cerita terkait hal ini.

Salah satu contohnya terjadi pada tahun 1950-an, ketika Hatta tertarik dengan sepatu Bally yang dia lihat di salah satu iklan. Harga sepatu Bally pada saat itu cukup mahal. Meskipun tidak jelas seberapa mahalnya, tetapi jika dia nekat membeli sepatu tersebut, keluarga Hatta akan kelaparan.

Pada saat itu, Hatta sudah pensiun sebagai wakil presiden. Uang pensiunnya hanya Rp1.000. Jumlah tersebut hanya cukup untuk kebutuhan istri dan anak-anaknya yang masih kecil. Oleh karena itu, semua kebutuhan menjadi prioritas, daripada menghabiskan uang untuk membeli sepatu.

Akibatnya, Hatta hanya bisa memandang iklan sepatu Bally itu dengan rasa ingin punya. Dia kemudian memotong iklan tersebut dan menyimpannya di catatan harian. Hal tersebut dia lakukan sambil bermimpi agar suatu hari bisa membeli sepatu tersebut.

Sebagai pensiunan, kehidupan Hatta selalu dihadapkan pada kesulitan finansial. Tidak hanya sulit membeli sepatu Bally, dia bahkan kesulitan membayar tagihan listrik, air, dan telepon setiap bulan.

Situasi tersebut membuat anak Hatta, Rahmi, memiliki ide aneh. Seperti yang diceritakan dalam “Pribadi Manusia Hatta” (2002), dia ingin meletakkan kotak uang agar para tamu yang berkunjung mengisinya dengan uang. Tentu saja, Hatta marah dan menolak untuk menggadaikan integritasnya hanya untuk meminta bantuan.

Melihat kondisi keuangan Hatta yang memprihatinkan, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin merasa kasihan. Dalam otobiografi berjudul “Ali Sadikin: Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi” (2012), dia mencari cara untuk membantu proklamator tersebut. Akhirnya, atas nama Gubernur DKI, seluruh tagihan di rumah Hatta dibebaskan.

Meskipun tagihan telah dibebaskan, kondisi keuangan Hatta tidak membaik. Ketika dia sakit dan membutuhkan biaya besar untuk berobat, Hatta tidak memiliki uang. Inilah yang kemudian mendorong pemerintah melalui Sekretariat Negara untuk mengonkoskan perjalanan dan pengobatan Hatta ke Belanda.

Namun, Hatta merasa tidak enak hati. Dia menolak menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi, meskipun saat itu mantan wakil presiden memiliki hak kesehatan yang bisa dibiayai oleh negara.

Akhirnya, Hatta menggunakan tabungannya untuk membayar seluruh biaya kesehatan dan perjalanan ke negara. Meskipun negara menolaknya, Hatta tetap kukuh untuk melunasi uang negara tersebut.

Kesederhanaan dan integritas Hatta dalam hal anti-korupsi dipertahankan hingga akhir hayatnya. Hingga wafat pada tahun 1980, dia tetap tidak mampu membeli sepatu Bally dan hidup dalam kesederhanaan.

(mfa/mfa)