Jakarta, CNBC Indonesia – Pernyataan Presiden Joko Widodo tentang Istana Kepresidenan di Jakarta dan Bogor yang berbau kolonial Belanda diduga dapat menyebabkan tindakan vandalisme. Hal ini diungkapkan oleh Sejarawan J.J Rizal melalui akun Instagram resminya, Kamis (15/8/2024).
“Menurut saya pernyataan presiden berpotensi membahayakan upaya-upaya penyelamatan bangunan bersejarah,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa selama ini bangunan-bangunan bersejarah sering menjadi objek vandalisme. Padahal, pemerintah telah melindungi seluruh bangunan sejarah melalui UU Cagar Budaya No. 11 tahun 2010.
Dia juga menyatakan bahwa bangunan dari era kolonial bukan hanya menceritakan sejarah kolonial, tetapi juga membahas nilai-nilai yang jauh lebih penting.
“Dalam bangunan bersejarah dari masa lalu terkandung nilai-nilai tersebut. Misalnya, gedung STOVIA, itu menggambarkan tokoh-tokoh yang menjadi pionir kebangkitan nasional. Bahkan bukan hanya berkaitan dengan nasionalisme, tetapi juga sejarah sains,” kata Rizal.
Sejarah mencatat tindakan vandalisme terhadap bangunan bersejarah bukanlah hal yang sepele. Bahkan telah beberapa kali terjadi di Indonesia. Salah satu yang paling tragis adalah penghancuran rumah di Jl. Pegangsaan Timur No.56.
Pada tahun 1945, rumah tersebut menjadi saksi bisu bagaimana orang-orang Indonesia berkumpul untuk menyaksikan kemerdekaan. Namun, kini rumah tersebut tidak ada jejaknya lagi. Penyebabnya adalah penghancuran yang dilakukan oleh Presiden Soekarno.
Adolf Heuken dalam Medan Merdeka, Jantung Ibukota RI (2008) menceritakan, sekitar tahun 1960-an, Presiden Soekarno memerintahkan agar rumah itu dihancurkan. Alasannya karena sering berdebat dengan istrinya, Fatmawati.
Selain kasus rumah, Soekarno yang anti-kolonialisme juga menggusur beberapa bangunan kolonial lainnya, seperti Benteng Fredrik Hendrik. Benteng tersebut dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda.
Namun, karena Soekarno menentang kolonialisme, dia menghancurkan benteng tersebut tanpa sisa. Dia tidak ingin orang Indonesia merasa rendah. Tanah kosong itu kemudian menjadi tempat berdirinya Masjid Istiqlal.
Aksi penghancuran bangunan bersejarah juga pernah dilakukan oleh Presiden Soeharto. Namun, alasan Soeharto menghancurkan gedung bersejarah lebih didasari oleh alasan fungsional dan ekonomi, seperti bangunan Societeit Harmonie.
Dulu, bangunan tersebut menjadi tempat orang Belanda mencari hiburan. Di sana terdapat hotel dan restoran lengkap. Bahkan, bangunan itu dikenal sebagai salah satu bangunan tergemah pada masanya.
Namun, setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut difungsikan sebagai sarana perwujudan kemerdekaan. Bangunan tersebut kemudian dihancurkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1985 untuk pelebaran jalan. Akibatnya, bangunan bersejarah itu tidak lagi bisa disaksikan. Kini, bekas tanah Societeit Harmonie berubah menjadi jalan dan pertokoan.
(mfa/mfa)