Kisah Air Kemasan Pertama di Indonesia yang Kini Menyulitkan Warga Miskin

by -218 Views
Kisah Air Kemasan Pertama di Indonesia yang Kini Menyulitkan Warga Miskin

Ekonom senior Bambang Brodjonegoro menyatakan bahwa penyebab jutaan warga kelas menengah Indonesia turun kelas tidak hanya disebabkan oleh Covid-19 dan PHK, tetapi juga karena kebutuhan air kemasan yang tinggi. Air kemasan meliputi air galon, air botol, dan sebagainya. Menurutnya, kebutuhan air kemasan tersebut menggerus pendapatan bulanan yang diperoleh oleh masyarakat. Kebutuhan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) oleh masyarakat Indonesia telah berlangsung sejak lama.

Sejarah mencatat bahwa kebiasaan ini sudah ada sejak masa kolonialisme Belanda dengan munculnya merek AMDK pertama, yaitu Hygeia. Kehadiran AMDK pertama tersebut mengubah kehidupan masyarakat di Indonesia pada masa itu dan pendirinya bahkan menjadi orang terkaya di Indonesia.

Pada masa lalu, masyarakat Indonesia mengonsumsi air dengan cara merebus air bersih terlebih dahulu. Kebiasaan ini dilakukan karena kepercayaan bahwa air kotor dapat membawa penyakit. Pada tahun 1680-an, penduduk di Batavia (sekarang Jakarta) biasanya tidak mengonsumsi air yang belum dimasak untuk menghindari penyakit.

Hendrik Freerk Tillema, seorang apoteker asal Belanda, kemudian menciptakan solusi dengan mendirikan pabrik AMDK pertama di Indonesia, yaitu Hygeia pada tahun 1901. Ia melakukan promosi yang besar-besaran untuk mengubah kebiasaan masyarakat dari merebus air menjadi mengonsumsi air kemasan. Usahanya berhasil dan membuatnya menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia pada masanya.

Setelah suksesnya Hygeia, banyak perusahaan AMDK lain mulai bermunculan di Indonesia. Keberhasilan Tillema dalam mengubah kebiasaan mengonsumsi air juga membawa dampak positif terhadap kesehatan masyarakat di beberapa daerah. Meskipun riwayat Hygiea berakhir setelah Indonesia merdeka, keberhasilannya tetap menjadi inspirasi bagi banyak pengusaha lain di Indonesia.