Jakarta, CNBC Indonesia – Tidak ada gunanya memiliki harta banyak, jika masyarakat di sekitar masih terjerat dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Berdasarkan hal ini, salah satu orang terkaya di Indonesia pada masa kolonial, Tjong A Fie, memutuskan untuk mengalihkan harta kekayaannya untuk kepentingan masyarakat.
Tjong A Fie adalah seorang pengusaha asal Medan yang beroperasi pada tahun 1900-an. Usahanya meliputi tembakau, gula, perkebunan karet, dan ia juga aktif sebagai investor di berbagai perusahaan dan bank.
Jaringan bisnisnya menguasai seluruh perusahaan di Pantai Timur Sumatera dan banyak wilayah di Asia, membuatnya menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia pada masa kolonial.
Namun, kekayaan tidak membuatnya terlena. Dengan kekayaannya, ia dikenal sebagai orang terkaya yang paling dermawan. Ada dua versi yang berbeda terkait alasan di balik tindakannya ini.
Pertama, menurut Benny G. Setiono dalam buku “Tionghoa Dalam Pusaran Politik” (2003), ia menjadi dermawan karena kekayaannya berasal dari “uang panas”, yaitu dari monopoli penjualan candu atau narkoba.
Kedua, berdasarkan obituari koran De Locomotief (4 Februari 1921), motif dari kebaikan hati Tjong A Fie didasari oleh pengalaman pahit ketika ia hidup dalam kesulitan dan kemiskinan. Oleh karena itu, ia ingin membantu orang agar tidak merasakan kesulitan yang sama.
Tjong A Fie dikenal sebagai sosok dermawan yang mampu menghapus penderitaan masyarakat. Ia membangun banyak rumah sakit yang diberi nama Tjie On Tjie Jan, serta rumah sakit khusus untuk penderita lepra atau kusta.
Dalam bidang keagamaan, ia juga membangun banyak klenteng dan tempat pemakaman bagi warga etnis Tionghoa secara gratis. Ia juga mendukung umat Muslim dengan membiayai pembangunan masjid dan memberikan tanah wakaf secara gratis.
Tjong A Fie juga memberikan sumbangan di bidang pendidikan dengan mendirikan banyak sekolah yang terbuka untuk semua orang, tanpa terkecuali, termasuk sekolah Islam, Kristen, dan Tionghoa.
Dengan kebaikan hatinya, Tjong A Fie membawa kota Medan ke tingkat yang lebih maju dibandingkan kota-kota lain pada masa kolonial. Ia menjadi tokoh yang sangat dihormati, selain Sultan Deli.
Sayangnya, kehidupan Tjong A Fie singkat, hanya 51 tahun. Pada 4 Februari 1921, ia meninggal secara mendadak akibat pendarahan otak. Kematian mendadaknya disambut dengan duka yang mendalam oleh warga Medan.
Sebelum meninggal, ia berwasiat agar sebagian harta menjadi warisan, sementara sisanya disumbangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.