Persoalan harta pejabat kerap menimbulkan kontroversi di masyarakat. Kekhawatiran timbul karena jumlah harta yang dimiliki oleh pejabat sering tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka terima, membuat publik curiga bahwa kekayaan tersebut diperoleh melalui cara yang tidak jujur. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia sebagai negara modern dapat belajar dari kebijakan yang diterapkan oleh Raja Jawa dari Kerajaan Mataram ribuan tahun yang lalu. Pada masa tersebut, para pejabat diizinkan untuk mengumpulkan upeti dari rakyat, namun Raja tidak memberikan gaji kepada mereka. Sejarawan Ong Hok Ham mengungkapkan bahwa para pejabat memiliki kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan raja, namun Raja Jawa tetap membatasi agar tindakan mereka tidak melampaui batas. Jika ada pejabat yang terbukti memperkaya diri secara berlebihan, maka Raja Jawa memberikan sanksi berupa denda atau penyitaan seluruh harta yang dimiliki. Tujuan dari tindakan ini tidak hanya untuk memberikan efek jera, tetapi juga sebagai bentuk pengawasan terhadap perilaku korupsi. Meskipun konteksnya berbeda dengan zaman sekarang, langkah-langkah yang diambil oleh Raja Jawa bisa menjadi inspirasi dalam mengatasi masalah serupa di era modern. Meski demikian, implementasi kebijakan anti korupsi di negara modern telah lebih terstruktur melalui lembaga independen yang khusus menangani hal tersebut. Kesimpulannya, tindakan tegas Raja Jawa dalam mengawasi pejabat yang memperkaya diri dapat dijadikan pembelajaran bagi upaya pencegahan korupsi di masa kini.
“Sisi Gelap Penguasa Jawa: Hukum & Sita Harta”
