Negara-negara Timur sudah lama terkenal dengan penggunaan herbal untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Berbeda dengan negara-negara Eropa yang sering bergantung pada obat-obatan kimia. Ketika Eropa mulai berinteraksi dengan negara-negara Timur, mereka mulai menggunakan obat tradisional berbasis tanaman. Tanaman seperti kayu manis, cengkeh, dan vanila menjadi populer di Eropa karena efektivitasnya dalam melawan wabah penyakit. Namun, tanaman-tanaman ini dijual dengan harga super mahal di Eropa karena tidak tumbuh di sana dan harus diimpor.
Di sisi lain, Indonesia memiliki keberuntungan tersendiri. Tanaman penangkal penyakit yang populer di Eropa dapat ditemukan dengan mudah di Indonesia. Berbeda dengan Eropa yang harus mengeluarkan uang besar untuk membeli obat herbal, masyarakat Indonesia hanya perlu mencari tanaman ini di alam karena sudah tersedia secara alami. Penggunaan obat herbal tidak hanya terjadi di Eropa, namun juga di Indonesia.
Interaksi antara negara Eropa dan Indonesia membawa pengaruh positif dalam penggunaan obat tradisional berbasis tanaman. Dokter Jerman, Adam Lonicera, bahkan menemukan resep campuran kunyit, lidah buaya, dan madu untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Namun, tanaman-tanaman tersebut tidak dapat ditemukan di Eropa dan harus diimpor dengan harga tinggi.
Periode kolonialisme dimulai ketika orang Eropa mulai mengambil tanaman asli Indonesia untuk digunakan sebagai obat dan tanaman rempah-rempah lainnya. Para dokter Eropa tertarik dengan obat herbal berbasis tanaman asli Indonesia dan melakukan penelitian yang kemudian memunculkan eksploitasi kekayaan alam Indonesia. Pada akhirnya, tanaman-tanaman yang dulunya digunakan untuk tujuan sains berubah menjadi komoditas ekonomi yang diperoleh melalui eksploitasi. Semakin tingginya permintaan akan tanaman asli Indonesia membuat harganya melonjak, terutama ketika obat kimia di Eropa sudah tidak lagi efektif. Ini menunjukkan betapa pentingnya tanaman-tanaman Indonesia dalam pengobatan tradisional yang efektif.