Pagi itu, Kabar duka atas kepergian Sabur membuat Abas dan sembilan rekannya bergegas ke daerah Gerbang Ilir, Cirebon, di mana mereka bekerja sebagai tukang gali kubur. Mereka sadar bahwa waktu sangat berharga, terutama karena liang lahat harus siap sebelum jenazah tiba, dengan ukuran standar 2×1 meter.
Dengan cangkul dan sekop di tangan, Abas dan rekan-rekannya memulai pekerjaan menuju tempat pemakaman di bawah sinar matahari pagi. Namun, ketika Abas mulai mengayunkan cangkulnya ke tanah, ia merasa ada yang tidak biasa. Suara cangkul berubah menjadi dentingan logam yang jelas terdengar, bukan suara biasa dari tanah atau batu.
Penasaran, Abas dan rekan-rekannya melanjutkan penggalian lebih dalam, yang mengungkapkan sejumlah logam berbentuk bulat dan juga dua logam panjang di dalam tanah. Ketika Abas perlahan menyibak tanah, dia menemukan dua mahkota emas yang berkilauan. Kejutan besar terjadi, dan kerumunan menyaksikan para tukang gali kubur berhasil menemukan harta karun terpendam.
Menurut harian Merdeka, mahkota emas tersebut memiliki kadar 24 karat dan masing-masing beratnya sekitar 1,2 Kg. Sebagai perbandingan, pada tahun 1989, harga 1 gram emas hanya Rp10.000, sehingga total berat mahkota tersebut bernilai Rp24 juta. Kemudian, mahkota emas tersebut diserahkan kepada kepolisian bersama dengan logam-logam lain yang ditemukan.
Jejak harta karun di tanah Jawa semakin bertambah dengan penemuan di Cirebon, yang menambah daftar panjang penemuan harta karun di daerah tersebut. Salah satu penemuan terkenal adalah Harta Karun Wonoboyo pada tahun 1990 di Klaten, di mana warga menemukan harta karun emas dengan beragam berat, termasuk yang terbesar seberat 16 Kg.
Para arkeolog menyimpulkan bahwa harta karun itu berasal dari akhir abad ke-9 hingga pertengahan abad ke-10 berdasarkan bentuk dan relief yang ada pada barang-barang tersebut. Dalam mangkuk emas terdapat relief Ramayana dan di koin emas tertulis “Saragi Diah Bunga.” Penemuan-penemuan ini menambah keberagaman dan sejarah harta karun yang terpendam di tanah Jawa.