Pada tahun 1815, masyarakat Jawa dihebohkan dengan fenomena alam yang menyebabkan langit gelap dan abu turun terus menerus, membuat banyak orang mempertanyakan kenyataan di balik kejadian tersebut. Suara aneh yang mirip dentuman meriam secara misterius mengganggu warga Jawa, meningkatkan ketidakpastian di sekitar mereka. Bahkan, Thomas Stamford Raffles, penguasa Hindia Belanda saat itu, mengira bahwa negara asing sedang menginvasi Jawa dan segera menyiapkan pasukan untuk menghadapi ancaman yang diduga sedang terjadi. Namun, setelah beberapa waktu berlalu, tidak ada tanda-tanda invasi yang sebenarnya dan spekulasi pun mulai menyebar di masyarakat Jawa.
Fenomena ini mencapai puncaknya pada 10 April 1815 ketika suara dentuman semakin keras dan langit mendadak gelap, menutupi sinar matahari. Raffles, berada di Buitenzorg (kini Bogor) pada saat itu, merasakan ledakan tersebut dengan sangat dekat, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Di tengah ketidakpastian ini, masyarakat Jawa mulai mengaitkan kejadian tersebut dengan Nyi Roro Kidul, entitas supranatural yang diyakini oleh banyak orang pada masa itu.
Terlepas dari spekulasi supranatural tersebut, akhirnya diketahui bahwa suara dentuman dan hujan abu yang menyelimuti Jawa disebabkan oleh letusan Gunung Tambora di Sumbawa. Warga diluar zona bencana hanya melihat langit hitam dan mendengar suara deru yang menyeramkan, tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Letusan tersebut menyebabkan korban jiwa yang cukup banyak di zona bencana, menjadi salah satu bencana alam paling dahsyat yang pernah terjadi. Ahli kemudian mengungkap bahwa dampaknya tidak hanya dirasakan di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, menciptakan kondisi cuaca ekstrem yang dikenal sebagai Tahun Tanpa Musim Panas.