Proses Pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden dalam UUD 1945

by -8 Views

Pemakzulan bukanlah sesuatu yang biasa dibicarakan saat terjadi krisis politik atau konflik kekuasaan. Di Indonesia, proses pemakzulan memiliki prosedur yang telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Presiden atau wakil presiden, sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi, dapat diberhentikan dari jabatannya, namun hal ini tidak bisa dilakukan dengan sembarangan atau hanya berdasarkan tekanan politik. Proses pemakzulan ini dirancang untuk menjaga stabilitas negara dan memastikan bahwa pemberhentian presiden atau wakil presiden hanya terjadi jika terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap hukum atau ketentuan konstitusi.

Mekanisme pemakzulan presiden atau wakil presiden sesuai dengan UUD 1945 dimulai dari usulan di DPR, pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi, hingga keputusan akhir di MPR. DPR harus membuat permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa apakah presiden dan/atau wakil presiden benar-benar melakukan pelanggaran hukum tertentu seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, atau penyuapan. Mahkamah Konstitusi kemudian harus mengeluarkan putusan atas pendapat yang disampaikan DPR, dengan syarat persetujuan minimal dua pertiga dari anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna.

Setelah menerima permintaan resmi dari DPR, Mahkamah Konstitusi memiliki waktu maksimal 90 hari untuk meneliti, mengadili, dan memberikan putusan terkait pendapat DPR tersebut. Jika Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa presiden atau wakil presiden terbukti melanggar hukum, maka DPR akan menggelar sidang paripurna untuk meneruskan usulan pemberhentian kepada MPR. MPR kemudian harus menyelenggarakan sidang untuk mengambil keputusan dalam waktu paling lambat 30 hari.

Keseluruhan proses ini menunjukkan bahwa pemakzulan presiden dan wakil presiden melibatkan DPR sebagai pengusul, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penilai dugaan pelanggaran, dan MPR sebagai pengambil keputusan akhir. Hal ini menegaskan bahwa pemakzulan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, melainkan melalui tahapan hukum dan konstitusional yang ketat.

Source link