Insiden batalnya hasil putaran pertama pemilihan presiden di Rumania pada Desember 2024, akibat keputusan Mahkamah Konstitusi, menjadi peringatan keras bagaimana demokrasi rentan terhadap intervensi digital. Negara-negara dengan ekosistem digital terbuka, termasuk Indonesia, harus semakin waspada karena ancaman kini tak lagi sebatas tindakan kriminal, melainkan strategi bermuatan politik negara asing.
Apa yang dialami Rumania menunjukkan perubahan bentuk ancaman digital: dari kejahatan terorganisir menjadi instrumen negara-negara kuat untuk mengganggu stabilitas politik di negara lain. Bukti nyata diperoleh dari laporan intelijen bahwa upaya pembatalan pemilu Rumania melibatkan dua pilar utama: serangan siber terorganisir dan arus disinformasi yang sistemik, kombinasi inilah yang sering disebut sebagai serangan hibrida.
Detail Skema Serangan Hibrida yang Mengguncang Pemilu
1. Serangan Masif ke Infrastruktur Digital Penting
Lebih dari 85 ribu serangan siber dilaporkan melanda infrastruktur teknologi pemilu dan sistem komunikasi vital Rumania pada periode kritis sebelum serta saat pemilihan. Sasaran bukan hanya mengganggu kelancaran sistem, namun juga berpotensi merusak data, menyabotase arus informasi, dan bahkan mempengaruhi hasil perhitungan suara secara digital. Koordinasi masif dan pola serangan terindikasi melibatkan kemampuan dan sumber daya dari negara atau aktor besar di balik layar.
2. Gelombang Disinformasi yang Menggerakkan Publik
Selain upaya teknis, saluran media sosial seperti TikTok dan Telegram menjadi medan tempur distraksi informasi, di mana narasi sengaja dibanjiri propaganda pro-Moskow dan tokoh tertentu, sehingga memengaruhi opini serta pilihan warga di bilik suara. Aktivitas ini disinyalir tak lepas dari sokongan dana asing dan pelibatan influencer yang dibayar secara ilegal, mengatrol polarisasi yang menguntungkan pihak luar.
Mahkamah Konstitusi Rumania menyatakan kombinasi serangan digital dengan disinformasi telah melanggar asas-asas dasar keadilan dan keabsahan pemilu, sehingga proses demokrasi harus diulang demi menjaga legitimasi pemerintahan.
Pelajaran Penting bagi Sistem Demokrasi Indonesia
Pengalaman ini menyorot betapa pentingnya kesiapan Indonesia sebagai negara demokrasi besar di Asia Tenggara yang juga menghadapi risiko serupa. Jika serangan siber sudah menargetkan KPU atau lembaga vital lain, ancaman bukan lagi teoretis. Kemungkinan manipulasi hasil atau kekacauan sistem dapat mengikis kepercayaan rakyat terhadap hasil demokrasi. Potensi ketidakstabilan sosial akan diperparah bila narasi-narasi menyesatkan berhasil membelah masyarakat melalui bom disinformasi, bot, dan data palsu.
Selain itu, intervensi asing baik dalam bentuk manipulasi data maupun narasi publik sesungguhnya mengguncang prinsip kedaulatan Indonesia. Hak menentukan pemimpin bangsa sendiri bisa terenggut bila ekosistem digital tidak dijaga dengan ketat terhadap penetrasi luar.
Karena itu, sinergi berbagai lembaga seperti POLRI, BSSN, TNI, dan Komdig harus diperkuat. Perspektif keamanan nasional perlu lebih diutamakan dibanding penanganan sekadar sebagai isu hukum teknologi biasa.
Langkah-langkah seperti peningkatan pengawasan digital, pelacakan sumber serangan, pengembangan kemampuan atribusi, serta edukasi literasi digital kepada masyarakat sangat penting untuk menghadapi skenario ancaman siber yang semakin kompleks. Investasi pada keamanan digital tidak bisa ditunda—itu adalah fondasi menjaga demokrasi Indonesia dari campur tangan digital pihak asing yang sudah di depan mata.
Sumber: Ancaman Nyata Invasi Siber: Serangan Hibrida, Disinformasi Digital, Dan Ancaman Terhadap Demokrasi Indonesia
Sumber: Ancaman Nyata Invasi Siber: Ketika Demokrasi Di Indonesia Terancam





