Jakarta, CNBC Indonesia – Kehidupan seperti roda berputar. Ada kalanya di atas, ada kalanya juga berada di bawah. Begitulah yang dialami Oesin, jongos atau pembantu asal Jawa yang menghabiskan sisa hidupnya di Belanda.
Di masa kolonial, pria seperti Oesin hidup sengsara. Dia tak lebih dari sekadar budak yang diatur dan hidup bergantung pada majikan. Kemungkinan besar, kedatangan Oesin ke Belanda diajak oleh majikan. Namun, siapa sangka kehidupan di Belanda berhasil mengubah hidupnya.
Di Negeri Kincir Angin, Oesin tak lagi jadi pembantu, melainkan alih profesi menjadi tukang sayur di Den Haag. Dia menjual sayur secara keliling menggunakan gerobak yang ditarik anjing. Selama berjualan, Oesin berhasil menarik perhatian masyarakat. Bukan akibat persoalan negatif, tapi karena kebaikan hatinya saat berdagang.
Sebagaimana dijelaskan sejarawan Fadly Rahman dalam Rasa Tanah Air (2023), Oesin selalu memegang teguh adat budaya Jawa, meski kini sudah tinggal di negara yang jaraknya ribuan kilometer dari tanah kelahirannya. Dia sangat sederhana, tenang, dan rendah hati. Saat ada tawar-menawar harga, semua bisa tuntas dengan cepat di tangan Oesin.
Namun, di tengah berita kebaikan itu, dia tiba-tiba menghilang. Setelah beberapa lama, baru ketahuan bahwa dia diam-diam telah mendirikan restoran bernama “Soeka Manah”, pada 16 Agustus 1922.
Oesin rupanya berupaya menunjukkan keahliannya dalam memasak. Dia sadar terhadap besarnya pasar masakan Jawa di Den Haag yang dikenal jadi sentra bermukim orang Indonesia atau orang Belanda yang pernah ke Indonesia. Intinya, dia ingin keahlian memasak jadi pendulang kekayaan.
Lewat restoran tersebut, Oesin menjual makanan khas Jawa, seperti nasi, gado-gado, sambal, pecel, dan segala jenis kue. Seiring waktu, segala macam makanan tersebut sukses memanjakan lidah para konsumen. Soeka Manah pun berkembang cukup pesat beberapa tahun setelah pendiriannya.
Kesuksesan Soeka Manah lantas jadi berkah tersendiri bagi Oesin. Memang tak diketahui kekayaannya, tetapi berkat restoran tersebut hidupnya seketika berubah. Pewartaan Deli Courant yang dikutip Fadly Rahman menyebut, berkat jadi bos restoran, Oesin seketika berubah jadi raja.
“[…] Kami melihat Oesin yang mulia, berbeda dengan keadaan sebelumnya yang menyedihkan dengan latar belakang hidup dalam perbudakan, penuh kesabaran dalam penderitaan, sekarang ia menjadi raja nan agung,” tulis Deli Courant.
Tentu saja perubahan diri jadi raja bukan dalam konteks kekuasaan. Maksudnya Oesin sukses mengubah diri menjadi sosok yang terhormat dan lebih maju. Dia tak lagi pakai baju dari kelas rendahan, tapi sudah menggunakan mantel khas orang Eropa. Berkat pembukaan restoran, Oesin yang dulu berada di posisi hina berubah nasib menjadi terkenal.
Restoran Oesin kelak menjadi tempat nongkrong orang-orang Indonesia dan berfungsi juga sebagai agen penyebaran kuliner khas Indonesia di Eropa. Sayang, eksistensi Soeka Manah hanya bertahan 20 tahun. Ketika Oesin wafat di Den Haag pada 1941, praktis Soeka Manah pun tutup. Tak ada yang melanjutkan dan kini hanya tinggal sejarah.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Pria Ini Tidur di Makam Keramat, Saat Bangun Jadi Raja Rokok
(mfa/mfa)