Jakarta, CNBC Indonesia – Salah satu kelompok yang sangat menderita di masa kolonial adalah para petani. Pada tahun 1910-an, mereka mulai kehilangan hak atas tanah mereka karena dieksploitasi oleh pemerintah kolonial. Tanah mereka diambil alih oleh tuan tanah, yang menyulitkan kehidupan para petani.
Lebih buruknya lagi, para petani yang menolak tunduk pada aturan pemerintah diancam akan dibawa ke pengadilan. Akibatnya, mereka terpaksa hidup dalam tekanan dan ketakutan. Akibatnya, para tuan tanah semakin kaya, sedangkan para petani semakin miskin.
Ketimpangan ini menyebabkan para petani merasa frustrasi dan akhirnya mulai melawan pemerintah. Salah satunya adalah perlawanan yang dipimpin oleh Entong Gendut, seorang jawara atau pendekar yang mahir bela diri. Pada tahun 1916, Entong membentuk kelompok perlawanan dengan 400 pengikut yang semuanya ahli dalam silat.
Ketika mendirikan kelompok ini, Entong memperkenalkan dirinya sebagai Imam Mahdi, dengan tujuan menghapus kekuasaan elit, memberikan kekuasaan kepada rakyat, dan menggantikan pemerintahan Belanda dengan pemerintahan Muslim.
Perlawanan pertama Entong terjadi pada tanggal 5 April 1916 di rumah Lady Rallinson, seorang tuan tanah di Cililitan yang sedang mengadakan pesta. Pada malam itu, pasukan Entong memulai aksinya untuk membubarkan pesta tersebut tanpa kekerasan.
Meskipun aksi tersebut dilakukan secara damai, Lady Rallinson sebagai tuan rumah bereaksi keras dan melaporkan Entong Gendut kepada polisi. Namun, usaha untuk menangkap Entong Gendut gagal karena para pengikutnya selalu melindunginya.
Polisi akhirnya menggunakan kekuatan bersenjata untuk menangkap Entong Gendut, yang selalu dijaga oleh para pengikutnya. Meskipun Entong Gendut memiliki kesaktian seperti golok sakti dan ilmu mupus, akhirnya ia tertembak dan tewas dalam pertempuran dengan polisi.
Meskipun demikian, makam Entong Gendut hingga saat ini masih misterius. Menurut cucunya, saat hendak dimakamkan, jenazah Entong Gendut tiba-tiba menghilang. Cerita mengenai Entong Gendut terus dilestarikan dan diceritakan dari generasi ke generasi.