Kisah Mantan PM Israel Kaya Raya yang Terkait dengan Penderitaan Palestina

by -479 Views
Kisah Mantan PM Israel Kaya Raya yang Terkait dengan Penderitaan Palestina

Ini adalah kisah Ariel Sharon. Dia adalah Perdana Menteri Israel ke-11 (2001-2006) yang tumbuh besar di dunia militer.

Total, dia bertugas selama 26 tahun. Ia sudah mengomandoi langsung berbagai pertempuran melawan kubu Palestina dan negara tetangga.

Sayangnya, di masa tua hidupnya tak sejaya sewaktu muda dan produktif. Di sisa-sisa hidupnya, Ariel terkena stroke parah hingga koma selama delapan tahun.

Dia akhirnya meninggal mengenaskan pada 11 Januari 2014. Usia kala itu 85 tahun.

Tukang Jagal

Setelah David ben-Gurion memproklamirkan negara Israel pada 1948, Ariel Sharon mendaftar militer dan mendapat posisi penting sebagai komandan perang. Kala itu, Gurion sudah mengenal Sharon sebagai anak muda pendukung Zionisme.

Sebab, di usia belasan tahun dia sudah mengangkat senjata untuk meneror rakyat Palestina. Jadi, bukan tanpa alasan Gurion mempercayakan Sharon sebagai komandan di usia sangat muda.

Pertempuran pertama Sharon terjadi dalam Perang Arab-Israel 1948. Dalam Warrior: The Autobiography of Ariel Sharon (2001), dia berperan penting dalam mempertahankan Kota Jerussalem. Serangan musuh pun berhasil dipukul balik oleh pasukannya.

Meski terluka parah, kepemimpinan Sharon dinyatakan sukses. Terlebih, militer Israel dalam perang tersebut sukses mengalahkan militer negara Arab yang setidaknya menewaskan puluhan ribu tentara dan rakyat sipil.

Berkat keberhasilan itu, karir militer pria kelahiran 26 Februari 1928 ini beranjak naik. Begitu juga pangkatnya. Semasa berkarir di dunia militer, dia tercatat menjadi komandan atas berbagai pertempuran besar. Antara lain Krisis Suez (1956), Perang Enam Hari (1967), dan Perang Yom Kippur (1973).

Tak cuma itu, dia juga terlibat dalam berbagai serangan terhadap warga Palestina. Yakni Pembantaian Qibya (1953), Pembantaian Sabra dan Shatila (1982) Intifada II dan Perang Palestina-Israel (2000).

Salah satu yang membuat nama Sharon melambung terjadi di Pembantaian Sabra dan Shatila. Kala itu, tentara Israel pimpinan Sharon sedang mengejar pasukan faksi PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) yang berpindah ke Lebanon.

Ketika di Beirut, Lebanon, itulah militer Israel tak hanya menyasar para militan. Kamp-kamp pengungsi warga Palestina dan Lebanon yang tak berdosa pun turut dihajar oleh mereka.

Mengutip Al Jazeera, Israel dan milisi Phalange yang didukungnya secara sadar melakukan pembantaian brutal terhadap warga sipil. Tercatat 2.000-3.500 warga sipil dibunuh.

Mereka kebanyakan para wanita, anak-anak dan orang tua. Tak cuma itu, pihak militer dan milisi juga melakukan pemerkosaan, mutilasi dan interogasi secara kejam. Salah satu laporan komisi independen bahkan menyebut korban tewas dari kejadian ini mencapai 20.000 orang.

Ketika ini terjadi, satu dunia langsung gempar. Ariel Sharon sebagai komandan praktis orang yang paling bertanggungjawab dan paling berlumuran darah.

Dari sinilah namanya melambung. Kebrutalan itu membuat Sharon dijuluki ‘tukang jagal’.

Berkuasa, Terkaya & Mati mengenaskan

Layaknya pensiunan tentara di seluruh dunia, Sharon juga terlibat dalam politik praktis ketika masa pensiun. Bermodalkan portofolio keberhasilan militer, yang disebutnya sebagai bentuk pengamanan negara, dia sukses melenggang ke tampuk kepemimpinan.

Pada Pemilu 2001, dia dinyatakan sebagai pemenang dan berhak menjadi PM Ke-11 Israel. Selama berkuasa, mengutip Al Jazeera, Sharon juga melakukan penindasan terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Dia ingin membangun tembok pemisah di sekeliling Tepi Barat. Tujuannya untuk mengurung rakyat di sana.

Ketika menjadi penguasa, sorotan lain terhadap Sharon adalah soal kekayaannya. Situs berita Israel Haaretz menobatkan dia sebagai PM Israel terkaya sepanjang masa.

Total dia memiliki kekayaan US$ 11,3 juta atau Rp xx T. Kekayaan itu diperoleh dari peternakan, pertanian dan kepemilikan properti.

Sayangnya, kejayaannya sebagai orang nomor satu di Israel langsung sirna begitu saja usai dirinya terserang stroke pada 2005. Stroke membuatnya harus bolak-balik ke rumah sakit dan terpaksa menanggalkan jabatannya untuk fokus mengurusi kesehatan.

Meski begitu, upaya pengobatan stroke di tubuh Sharon tak kunjung memberi hasil positif. Malahan, Sharon makin tak berdaya dan jauh dari kesembuhan. Hingga akhirnya dokter harus memvonis si Tukang Jagal itu koma.

Koma membuat Sharon harus berdiam diri di kasur dibarengi dengan alat-alat medis penunjang. Menurut The Independent, mata Sharon selama koma tak bisa menutup, alias terus terbuka. Dan ini terus terjadi selama 8 tahun.

Dari segi medis, dia dinyatakan masih hidup dan sadar. Namun, tak jelas apakah dia bisa melihat atau mendengar orang lain. Yang pasti, kegiatannya selama 8 tahun di ranjang hanya makan dan minum menggunakan selang. Tentu semua terjadi dengan mata yang terus melotot.

Hingga akhirnya, aktivitas itu selesai ketika Sharon resmi dinyatakan meninggal pada 11 Januari 2004 di usia 85 tahun.