Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia, yang dikenal sebagai negara maritim, tampaknya memberikan keuntungan tersendiri. Indonesia menjadi tempat singgah bagi banyak kapal asing untuk kepentingan perdagangan.
Lokasi strategis Indonesia yang melintasi garis khatulistiwa membuatnya menjadi persilangan lalu lintas perdagangan sejak masa lalu. Beberapa negara seperti Belanda, Inggris, Portugis, China, dan Arab pernah bersandar di pantai Indonesia.
Dari lintasan tersebut, terungkap bahwa Indonesia memiliki potensi menyimpan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) atau harta karun bawah laut yang tersebar di 464 titik perairan RI.
Salah satu kapal paling terkenal sepanjang masa adalah Flor de la Mar. Kapal bangsa Portugis yang tenggelam pada tahun 1511 ini membawa harta karun hasil rampokan dari Malaysia dalam jumlah terbesar dalam sejarah angkatan laut bangsa itu.
Menurut legenda kelautan, bangkai kapal tersebut bersama peti berisi batu mulia, emas ton demi ton, dan berlian sebesar kepalan tangan manusia.
Awal cerita ini bermula pada tahun 1511 ketika Portugis ingin menguasai rempah-rempah melalui penjelajahan samudera. Pada saat itu, Portugis yang mengetahui lokasi tanaman rempah mengirim ekspedisi skala besar di bawah pimpinan Alfonso de Albequerque.
Alfonso memimpin kapal yang dilengkapi dengan peralatan perang, seperti senjata api dan meriam. Kapal itu memiliki ukuran yang berbeda, dimana yang terbesar adalah Flor de la Mar.
Kapal ini memiliki panjang 36 meter dan berat 400 ton, mampu mengangkut 500 pelaut dan 50 senjata. Karena ukurannya yang besar, Flor de la Mar dijuluki sebagai kapal terbesar di Eropa pada masanya.
Semua kapal kemudian diarahkan Alfonso ke Malaka sebagai pusat rempah-rempah. Penjelajahan ini merupakan catatan sejarah sebagai armada terbesar Portugis. Kelak diketahui bahwa rombongan besar tersebut tidak hanya membawa rempah-rempah, tapi juga merampok wilayah.
Alfonso berpikir bahwa menguasai wilayah bisa jadi lebih menguntungkan daripada sekadar berdagang. Oleh karena itu, dia membawa pasukan militer tanpa diketahui penguasa Malaysia saat itu, yaitu Kesultanan Malaka.
Nigel Cameron dalam Barbarians and Mandarins (1976) mencatat bahwa Alfonso dengan niat jahat menjalankan siasat licik. Awalnya dia berdagang dan disambut baik oleh penguasa setempat. Namun di tengah jalan, dia menyerang Kesultanan Malaka tanpa ampun.
Alfonso tidak hanya menguasai perdagangan, tapi juga merampok seluruh harta Kesultanan Malaka yang sangat terhormat. Semua harta itu diangkut Alfonso dan dibawa oleh Flor de la Mar. Terdapat 60 ton emas yang diangkut dan menjadikannya sebagai harta rampokan terbesar di dunia.
Ketika proses pengangkutan berlangsung, banyak yang menduga bahwa kapal akan terlalu penuh muatan. Namun, Alfonso tetap melanjutkan pelayaran Flor de la Mar bahkan mengirim kapal-kapal kecil sebagai pengawal.
Namun, pada hari kedua pelayaran, terjadi badai yang sangat dahsyat. Semua kapal layar goyang, terutama Flor de la Mar yang kelebihan muatan.
Seiring badai, Flor de la Mar dinyatakan tenggelam di Laut Aceh. Semua 60 ton emas itu tenggelam, tak seorang pun yang bisa menyelamatkannya. Alfonso de Albuquerque pun menyelamatkan diri.
Hingga kini, 60 ton emas tersebut masih menjadi misteri. Meskipun emas tersebut tahan terhadap air, lokasinya pasti telah bergeser dari titik asal tenggelamnya kapal. Hingga saat ini, belum ada pemburu harta karun yang berhasil menemukannya.