Setiap Hari Buruh, nama Marsinah selalu menggema sebagai simbol perjuangan dan keteguhan seorang buruh wanita. Marsinah adalah buruh PT Catur Putera Surya (CPS) di Porong, Jawa Timur yang aktif memperjuangkan kesejahteraan rekan-rekan sesama buruh. Ketika pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan UMP sebesar Rp2.250, PT CPS enggan menaikkan gaji buruh dan mempertahankan gaji lama sebesar Rp1.700 per bulan. Marsinah memprotes kebijakan ini karena melihat bahwa kenaikan tunjangan hanya merugikan para buruh. Akibat pemogokan massal yang dilakukan, Marsinah akhirnya ditemukan tewas dengan banyak luka dan tanda kekerasan pada tubuhnya.
Kematian Marsinah pada tahun 1993 menjadi tanda tanya hingga sekarang, dengan pelaku pembunuhan yang belum diketahui. Kasus Marsinah merupakan salah satu contoh ketegangan antara buruh dan pengusaha terkait pengupahan selama era Orde Baru. Kebijakan upah minimum buruh pada masa itu ditentukan oleh pusat dan tidak berdasarkan regional, menyebabkan buruh hidup dalam kemiskinan dan ketergantungan. Aturan tersebut juga tidak mengakomodir kebutuhan kelompok lemah, sehingga para buruh tidak memiliki kontrol atas upah yang diterima.
Pada masa Orde Baru, buruh menjadi korban ketidakadilan dan semena-mena para pengusaha yang tidak takut melanggar aturan upah minimum. Ketidaksesuaian kebijakan upah ini membuat para buruh terlantar dan tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai. Pengusaha juga sering kali memperlakukan hubungan dengan buruh hanya secara kontraktual, dan para buruh yang tidak mengikuti aturan sering kali dipecat tanpa adanya kompensasi yang layak.
Tragis! Buruh Perempuan Tewas, Organ Dalam Rusak
