5 Tips Memilih Penjual Es Terbaik di Jakarta Saat Cuaca Panas

by -18 Views

Pernahkah Anda membayangkan bagaimana rasanya menghadapi cuaca panas yang terasa seperti neraka tanpa bisa menikmati minuman segar atau ruangan berpendingin udara? Itulah yang dihadapi para bule di Jakarta ratusan tahun silam. Mereka yang terbiasa pada suhu dingin merasa tak nyaman dan kegerahan di bawah terik matahari. Awalnya, untuk mengatasi masalah ini, para bule mulai membeli es batu yang diimpor dari luar negeri sekitar tahun 1800-an. Impor es batu di Hindia Belanda diprakarsai oleh Etienne Chaulan, anak dari seorang koki di Hotel de Provence. Hotel tersebut menyajikan es batu kepada tamu-tamunya agar tetap nyaman saat tinggal di Jakarta. Proses pembuatan es batu yang diimpor dilakukan di Boston, Amerika Serikat, dengan menggunakan prinsip pembekuan air dengan bantuan garam dan amoniak. Es tersebut dikirim ke Hindia Belanda dalam bentuk balok dan dijual kepada para bule dengan harga lima sen per 0,5 Kg. Permintaan es batu dari Batavia terus meningkat sampai mencapai ratusan ton, dan pada tahun 1856, Perusahaan Dagang Belanda bahkan mengirimkan 600 ton es batu dari Amerika Serikat. Es batu tidak hanya digunakan untuk kenyamanan, tetapi juga untuk mengawetkan makanan dan keperluan kesehatan. Namun, dengan berjalannya waktu, teknologi pembuatan es lokal mulai berkembang di Hindia Belanda, sehingga impor es batu mulai berkurang. Pabrik es batu mulai bermunculan di akhir abad ke-19, memudahkan masyarakat umum untuk memperolehnya. Dan berkembangnya teknologi mesin pendingin alias kulkas sejak 1930-an membuat es batu semakin mudah diakses oleh semua kalangan di Jakarta. Es batu tidak hanya dinikmati oleh para bule, melainkan juga oleh masyarakat umum.

Source link