Jakarta, CNBC Indonesia – Pemilihan Presiden RI untuk periode 2024-2029 sudah di depan mata. Banyak pihak memberikan komentar, salah satunya pengusaha nasional sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hadhim Djojohadikusumo.
Sesuai rapat pimpinan nasional Partai Gerindra di The Darmawangsa Jakarta, Senin (23/10/2023), dia yakin bahwa pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan menang dalam pesta demokrasi itu.
“Ia pasti akan menang,” kata dia.
Hashim juga menilai Prabowo dan Gibran adalah pasangan yang sangat cocok. Dia mengatakan bahwa Prabowo merupakan perwakilan dari pemimpin senior yang memiliki pengalaman yang luas. Sementara itu, Gibran merupakan perwakilan dari generasi muda yang penuh inovasi dan pemikiran baru.
“Saya kira ini luar biasa, kombinasi yang sempurna,” tutur dia.
Terlepas dari itu, Hashim sendiri bukanlah sosok yang baru di dunia politik dan bisnis Indonesia. Dia adalah seorang pengusaha ulung dan juga merupakan anak ke-4 dari pasangan Soemitro Djojohadikusumo dan Dora Sigar yang lahir pada tanggal 5 Juni 1954. Artinya, dia juga merupakan adik dari Prabowo Subianto.
Lalu, siapa sebenarnya Hashim?
Hashim pada awalnya tidak memiliki niat untuk menjadi pengusaha, apalagi politisi. Cita-citanya adalah menjadi seorang pilot pesawat tempur. Namun sayangnya, cita-citanya tersebut tidak tercapai setelah dia didiagnosa memiliki mata minus dan harus menggunakan kacamata.
Oleh karena itu, seperti yang ditulis William Pratama Subagja dalam bukunya “Kaum Supertajir Indonesia” (2013), dia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Dia pergi ke California, Amerika Serikat, untuk belajar bisnis di Panoma College pada tahun 1976. Setelah lulus, dia pergi ke Prancis untuk magang sebagai analis keuangan di perusahaan investasi ternama, Lazard Freres Et Cie.
Hashim berdalih bahwa dia melakukan aktivitas di luar negeri agar tidak terlihat memanfaatkan kedudukan ayahnya. Pada saat itu, Soemitro sedang menjabat sebagai Menteri Riset Indonesia untuk periode 1973-1978. Setelah ayahnya pensiun, Hashim kembali ke Indonesia dan mulai membangun bisnisnya.
“Saya merasa tidak enak. Jadi begitu saya kembali, ayah saya tidak lagi menjabat. Lebih baik, tidak ada yang menuduh saya mendirikan bisnis karena fasilitas dari orang tua,” kata Hashim seperti yang dikutip Didin Abidin Masud dalam bukunya “Pergulatan 26 Manajer Indonesia Menuju Sukses” (1997).
Di Indonesia, Hashim langsung menjadi direktur di perusahaan konsultan bisnis milik Sumitro, Indo Consult. Setelah dua tahun, tepatnya pada tahun 1980, dia mulai mendirikan perusahaan sendiri, yaitu PT Era Persada yang bergerak di sektor perdagangan. Pada saat itulah muncul ide bisnis Hashim. Dia tertarik dengan bisnis semen.
Masih mengutip paparan William Subagja, Hashim melihat bahwa bisnis semen memiliki potensi yang besar. Pembangunan yang masif pada era Presiden Soeharto tentunya membutuhkan semen sebagai bahan dasar. Bisnis ini tidak akan pernah mati dan akan selalu dibutuhkan oleh banyak orang di masa depan. Mungkin, Hashim belajar dari kesuksesan taipan Sudono Salim setelah mendirikan pabrik semen pertama yang diberi merek Indocement.
Dengan cepat, Hashim terjun ke industri semen. Pabrik yang ia dirikan bernama Semen Cibinong. Beruntung, saat memulai bisnisnya, terjadi kelangkaan pasokan semen di Indonesia. Produk Semen Cibinong langsung diserbu oleh masyarakat sehingga perusahaan ini mendapatkan keuntungan berlipat-lipat.
Perlahan tapi pasti, Hashim tidak hanya terlibat dalam bisnis semen, tetapi juga bergerak di sektor lain. Dia memiliki PT Tidar Kerinci Agung yang beroperasi di industri kelapa sawit. Selain itu, ada PT Prahabima yang memiliki Bank Perkembangan Asia dan PT Tirtamas Majutama yang bergerak di bidang sumber daya alam, manufaktur, dan perdagangan. Terakhir, Hashim memiliki PT Bank Universal dan PT Ina Persada.
Bisnis Hashim juga merambah ke luar negeri. Dalam wawancara bersama CNBC Indonesia pada tanggal 11 Agustus 2022, Hashim mengaku telah berbisnis di bidang minyak selama 34 tahun di Rusia, yang saat itu masih bernama Uni Soviet. Dia memiliki ladang minyak di Kazakhstan dan sumur minyak di Azerbaijan dan Amerika Serikat.
Pada masa Orde Baru, bisnis Hashim menjadi kuat. Meskipun sempat terpengaruh oleh krisis moneter pada tahun 1998, bisnis Hashim tetap bertahan hingga saat ini. Saat ini, seluruh bisnisnya berada di bawah naungan Arsari Group, yang didirikan pada tahun 2013. Berkat jaringan bisnis yang luas, Hashim pernah dinobatkan oleh Forbes sebagai orang terkaya ke-40 di Indonesia dengan kekayaan sebesar US$ 685 juta atau sekitar Rp 10,4 triliun.
Saat ini, Hashim tidak hanya terlibat dalam politik tetapi juga dalam kegiatan filantropi. Dia aktif dalam upaya rehabilitasi Harimau Sumatera, penyelamatan benda-benda bersejarah yang ada di luar negeri, dan penulisan sejarah Indonesia.