Aksi Boikot Produk Israel Dibuat Oleh Warga Israel Sendiri Menyajikan Fakta

by -161 Views
Aksi Boikot Produk Israel Dibuat Oleh Warga Israel Sendiri Menyajikan Fakta

Jakarta, CNBC Indonesia – Konflik Israel-Palestina yang semakin memanas telah menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Salah satu reaksi yang sering terjadi adalah pemboikotan.

Pemboikotan umumnya dilakukan oleh pendukung Palestina terhadap produk atau perusahaan yang mendukung Israel. Misalnya, terjadi pemboikotan terhadap McDonald’s Israel dalam kasus terbaru ini.

Restoran tersebut secara terbuka menyatakan telah mengirimkan paket makanan kepada tentara Israel yang sedang berperang melawan militan Hamas. Akibatnya, sebagai reaksi, seruan untuk memboikot McDonald’spun muncul.

Pada dasarnya, aksi pemboikotan ini dilakukan untuk menekan Israel secara ekonomi dan politik agar dapat mengakhiri pendudukan di Palestina. Aksi pemboikotan ini merupakan propaganda terorganisir yang dilakukan secara global.

Lalu, bagaimana aksi pemboikotan ini dapat terjadi dan siapa inisiatornya?

Penduduk Israel yang Anti-Israel

Secara global, aksi pemboikotan ini dikenal juga sebagai gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS). Gerakan ini pertama kali diluncurkan pada bulan Juli 2005 oleh 170 kelompok akar rumput dan pendukung kemerdekaan Palestina.

Salah satu tokoh sentral dari gerakan ini menurut The Guardian adalah Omar Barghouti, pendiri BDS. Omar Barghouti merupakan seorang pria kelahiran Qatar pada tahun 1964 dan kemudian menjadi warga negara Palestina yang tinggal di Israel sejak tahun 1994.

Keputusan Omar untuk menjadi penduduk Israel diambil setelah ia menikah dengan seorang perempuan keturunan Israel-Arab pada tahun 1993. Namun, meskipun ia telah resmi menetap dan memiliki KTP Israel, hal ini tidak membuat suaranya meredup dalam menyuarakan situasi di Palestina.

Bagi Omar, tinggal di Israel merupakan momen yang baik baginya untuk semakin keras dalam menyuarakan penindasan yang terjadi. Sehari-hari, ia melihat banyak warga Israel yang rasis dan sering melakukan tindakan kekerasan terhadap warga Palestina.

Menyadari hidup di tengah-tengah rasisme, Omar merasa tergerak hatinya untuk menyuarakan perlawanan tanpa kekerasan. Inilah awal mula terbentuknya gerakan BDS.

Omar sendiri memimpin kelompok pemboikotan Israel di bidang akademis dan budaya (Palestinian Campaign for the Academic and Cultural Boycott of Israel, PACBI). Seperti yang dilaporkan oleh Time, kemunculan BDS terinspirasi oleh peristiwa Politik Apartheid di Afrika Selatan ketika warga kulit hitam mengalami penindasan oleh orang kulit putih yang datang dari luar.

Selama ratusan tahun menderita, warga kulit hitam terus berjuang untuk menuntut kesetaraan hingga akhirnya berhasil mengakhiri dominasi orang kulit putih pada tahun 1990-an. Perjuangan inilah yang ingin diikuti oleh Omar dalam gerakan BDS.

Omar percaya bahwa suatu saat perjuangan rakyat Palestina juga akan membuahkan hasil. Oleh karena itu, dalam laman resmi BDS, tercantum tujuan BDS yaitu tidak hanya untuk menekan Israel secara ekonomi, tetapi juga untuk mengembalikan hak dan martabat warga Palestina sesuai dengan hukum internasional.

Perjalanan yang Tidak Mudah

Sebagai aktivis utama BDS, Omar sering melakukan perjalanan ke luar negeri untuk menyuarakan gerakan ini. Banyak pihak yang kemudian mendukung langkah Omar.

Dengan bantuan liputan media, gerakan BDS tersebut mendapat dukungan dari mereka yang mendukung kemerdekaan Palestina. Di banyak negara, termasuk Indonesia, sudah ada gerakan BDS lokal yang terafiliasi dengan pusat BDS.

Gerakan BDS di setiap negara ini kompak dalam melakukan pemboikotan terhadap produk atau perusahaan yang mendukung Israel. Meskipun begitu, di sisi lain, gerakan ini tentu membuat pemerintah Israel atau pihak yang pro-Israel menjadi marah.

Praktis, langkah Omar pun menjadi sasaran empuk. Namun, Omar mengaku bahwa gerakan BDS yang diciptakan di Israel tidak melanggar hukum negara tersebut karena tidak ada dasar hukum di Israel yang melarang pemboikotan.

Namun, pemerintah terus mencari cara untuk mengintimidasi, menindas, dan membungkam Omar dengan cara lain. Salah satu cara yang membuat hidup Omar terancam adalah dicabutnya hak tinggalnya dan akhirnya ia diusir dari Israel.

Tidak hanya itu, sejak tahun 2016, Omar juga diharuskan melapor jika ingin bepergian ke luar negeri. Bahkan, pada tahun 2019, Omar dilarang memasuki Amerika Serikat oleh otoritas negara tersebut.

Meskipun dibatasi dalam pergerakannya, Omar tetap aktif dalam menjalankan aktivisme. Pemerintah dapat membatasi fisiknya, tetapi tidak pikirannya.

Baru-baru ini, Omar menulis opini di The Guardian mengenai konflik Israel-Hamas dengan judul “Why I Believe the BDS Movement has Never Been More Important Than Now”. Menurutnya, dalam situasi pembantaian, tindakan yang harus diambil adalah mengakhiri keterlibatan. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat gerakan BDS sebagai salah satu cara terbaik yang dapat ditempuh.

Cita-cita Omar memang mulia. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan adalah efektivitas gerakan BDS. Di situs resminya, BDS mengklaim bahwa sudah banyak negara, kelompok, atau individu terkenal yang turut serta dalam pemboikotan terhadap Israel.

Namun, di sisi lain, banyak analis yang menyebut bahwa gerakan BDS hanya omong kosong belaka. Pasalnya, sejak diluncurkan pada tahun 2005, Israel tetap stabil secara ekonomi dan penindasan di Palestina masih terus berlanjut.