Islam dan peradaban dunia pernah mengalami masa kejayaan pada abad ke-8 hingga ke-11 Masehi. Ilmuwan dan filosof Muslim seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, dan Al-Khawarizmi memberikan kontribusi besar pada perkembangan ilmu pengetahuan modern. Namun, kondisi saat ini menunjukkan kebalikannya. Negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim mengalami konflik, kemiskinan, dan pengangguran tinggi, sementara negara non-Muslim cenderung lebih sejahtera.
Salah satu kunci bangkitnya umat Islam adalah memahami bagaimana Islam dulu bisa berjaya. Menurut pengajar San Diego University, Ahmet T. Kuru, pedagang dan pengusaha berperan penting dalam kemajuan Islam pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Para pedagang menyediakan dana untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi ulama dan ilmuwan. Para ilmuwan dan ulama memilih menjaga jarak dari kekuasaan dan mendekatkan diri pada pedagang untuk memperoleh kebebasan berpikir. Seiring waktu, para pedagang membutuhkan ilmuwan untuk pengembangan pengetahuan yang relevan dengan bisnis mereka, sehingga terjalinlah relasi yang saling mendukung antara pedagang dan ilmuwan.
Di Eropa pada periode yang sama, ilmu pengetahuan dan roda ekonomi mengalami stagnasi karena dominasi agama dan negara dalam mengintervensi ilmuwan. Namun, situasi berubah pada abad ke-11 ketika agama dan negara di Eropa mulai tidak lagi mengintervensi ilmuwan, sehingga memungkinkan lahirnya berbagai inovasi dan penemuan baru. Negara-negara Barat kemudian mengembangkan teknologi dan organisasi militer, menguasai dunia, sementara dunia Muslim stagnan dan cenderung mengalami kemunduran akibat intervensi negara terhadap ilmuwan.